Sejumlah purnawirawan TNI mengajukan uji materi terhadap pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ke Mahkamah Konstitusi (MK)."Menurut para pemohon, hal tersebut berpotensi menimbulkan kerugian hak konstitusionalitas para pemohon dengan latar belakang para pemohon yang dahulu adalah prajurit TNI," ujar kuasa hukum pemohon Bayu Prasetio.
Dalam sidang pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin, pemohon Mayjen TNI (Purn) Endang Hairudin, Laksamana TNI (Purn) Dwi Purnomo, Marsma TNI (Purn) Adis Banjere, dan Kolonel TNI (Purn) Adieli Hulu mempersoalkan pasal tersebut yang mengatur PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) menyelesaikan pengalihan program dan pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan hingga 2029.
"Menurut para pemohon, hal tersebut berpotensi menimbulkan kerugian hak konstitusionalitas para pemohon dengan latar belakang para pemohon yang dahulu adalah prajurit TNI," ujar kuasa hukum pemohon Bayu Prasetio.
Baca juga: Legislator dorong percepatan Asabri-Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan
Dalam permohonannya, para purnawirawan ingin tetap menikmati program Asabri dan tidak ingin dialihkan kepada program BPJS, salah satunya karena alasan kerahasiaan jabatan dan data pribadi yang harus dijaga.
Pemohon juga mendalilkan di negara-negara lain, program asuransi sosial TNI-Polri diselenggarakan secara terpisah dengan warga sipil karena karakter khas TNI-Polri.
Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Foekh mempertanyakan karakteristik TNI-Polri setelah pensiun.
"Apakah kalau sudah pensiun itu terlepas dari institusinya atau kah masih terikat secara emosional atau pun organisatoris. Saya kira ini untuk mempertegas soal kedudukan hukum saja," kata dia lagi.
Baca juga: Jaksa Agung: Pertemuan dengan Menkopolhukam bahas Asabri dan Jiwasraya
Sementara itu, Hakim Konstitusi Suhartoyo mengatakan substansi pasal yang digugat terkait pengaturannya terhadap pengalihan Asabri kepada BPJS Ketenagakerjaan tidak disebutkan dalam permohonan.
"Ini kan pasal yang mengatur kewenangan itu dipindah paling lambat pengalihan itu tahun 2029, tetapi esensi yang memindahkan itu di pasal berapa. Bapak mesti telisik itu," ujar dia lagi.
Selanjutnya pemohon diminta untuk memperbaiki permohonan dan diberi waktu hingga dua minggu.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020