Kebijakan itu juga didukung dengan langkah peningkatan integrasi angkutan feeder Transjakarta melalui program Jak-lingko
Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan menilai bahwa sistem transportasi massal terintegrasi se-Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) merupakan solusi untuk mengatasi kemacetan.
Kepala Bagian Humas BPTJ Kemenhub Budi Rahardjo dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Sabtu malam, menyampaikan bahwa Jakarta telah menjelma menjadi wilayah teraglomerasi dengan Bodetabek sebagai daerah penyangganya.
Artinya, lanjut dia, antara Jakarta dan daerah penyangganya sudah menjadi satu kesatuan secara ekonomi sehingga saling memiliki ketergantungan satu sama lain.
"Dampaknya selalu terjadi mobilitas manusia dan barang yang cukup tinggi antar wilayah di dalamnya. Oleh karena itu mewujudkan sistem transportasi perkotaan yang terintegrasi se-Jabodetabek merupakan jawaban untuk menyelesaikan permasalahan transportasi di Jakarta sekaligus di Bodetabek sebagai wilayah penyangganya," paparnya.
Baca juga: BPTJ sebut pembatasan kendaraan langkah atasi kemacetan
Ia mengemukakan pergerakan manusia di Jabodetabek pada 2015 tercatat 47,5 juta pergerakan per hari, namun pada 2018 sudah meningkat drastis menjadi lebih kurang 88 juta pergerakan per hari.
"Kondisi inilah yang bisa menjawab mengapa indeks TOM-TOM (lembaga pemantau kemacetan lalu lintas dari Inggris) menyebut meski terjadi penurunan peringkat kemacetan kota metropolitan dunia dari tujuh menjadi 10, namun dinilai belum ada perubahan signifikan menyangkut kemacetan yang terjadi di Jakarta," katanya.
Budi Rahardjo menambahkan langkah-langkah terobosan yang dilakukan BPTJ bersama pihak terkait di antaranya implementasi kebijakan ganjil genap di pintu tol Bekasi, Tangerang dan Cibubur sejak 2018.
"Kebijakan ini dilakukan karena koridor-koridor tersebut merupakan lintas yang dilalui masyarakat komuter yang menggunakan kendaraan pribadi," katanya.
Baca juga: Terminal barang multimoda segera dibangun di Bekasi
Kebijakan itu, lanjut Budi Rahardjo, juga didukung dengan penyediaan angkutan umum bus premium seperti Trans Jabodetabek Premium, Jabodetabek Residence Connexion (JRC) dan Jabodetabek Airport Connexion (JAC).
"Diharapkan secara bertahap para pengguna kendaraan pribadi dapat beralih (shifting) menggunakan angkutan umum massal. Bus-bus ini memang ditujukan pada segmen pengguna kendaraan pribadi sehingga dilengkapi fasilitas premium dengan tarif Rp15.000-Rp20.000," jelasnya.
Budi Rahardjo menyampaikan, pihaknya merekomendasikan kepada Pemprov DKI untuk memberlakukan kembali kebijakan ganjil genap seperti pada masa Asian Games.
Baca juga: BPTJ rencanakan perpanjangan MRT sampai Rawa Buntu Tangsel
Pemprov DKI, lanjut dia, menanggapi positif hal tersebut meski tidak sama persis seperti rekomendasi BPTJ, Pemprov DKI memutuskan untuk memperluas pemberlakuan koridor kebijakan ganjil-genap di jalan arteri DKI dari 10 menjadi 25 ruas jalan, namun hanya berlaku pada pagi dan sore hari.
"Kebijakan itu juga didukung dengan langkah peningkatan integrasi angkutan feeder Transjakarta melalui program Jak-lingko," paparnya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020