Dengan sistem 'on off' ini diharapkan harga perlahan bisa mendekati ideal
Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Pedaging Jawa Tengah menerapkan sistem buka-tutup untuk menstabilkan harga daging ayam di pasaran.
"Beberapa waktu lalu harga 'kan sangat rendah dan ini sangat merugikan peternak. Dengan sistem 'on off' ini diharapkan harga perlahan bisa mendekati ideal," kata Ketua Pinsar Pedaging Jateng Parjuni di Solo, Selasa.
Rendahnya harga ayam lepas kandang tersebut tidak lain karena suplai yang berlebihan di pasaran. Bahkan, dikatakannya, untuk di Jateng sendiri kelebihan suplai mencapai 30 persen.
Baca juga: Pinsar berharap pemerintah beri solusi harga jagung yang tinggi
Dalam hal ini, sistem buka tutup yang dimaksudkan adalah peternak secara bergantian melepas produksi mereka di pasaran. Dengan demikian, stok di pasaran bisa lebih terkendali.
"Jadi peternak tidak melepas hasil panen mereka secara bersamaan karena itu yang membuat harga jadi rendah. Dengan melepas ke pedagang secara bergantian otomatis stok menjadi terbatas dan akhirnya harga juga bisa lebih meningkat," katanya.
Ia mengatakan saat ini harga ayam lepas kandang di kisaran Rp16.000-16.500 per kg atau naik jika dibandingkan sebelumnya sekitar Rp13.500-14.500 per kg. Sedangkan untuk harga pokok produksi (HPP) di angka Rp17.500-18.000 per kg.
Baca juga: Pinsar harap pemerintah perhatikan harga jagung hindari gejolak pangan
Meski demikian, diakuinya, sistem penjualan tersebut saat ini berdampak pada ukuran ayam yang terlalu besar atau melebihi berat badan ideal yang biasanya dijual pedagang.
"Kalau di Jateng idealnya 1,5-2 kg per ekor, tetapi saat ini banyak ayam berukuran jumbo yaitu sekitar 2,5-3 kg per ekor. Oleh karena itu, selama tiga hari ini yaitu Senin-Rabu kami membebaskan peternak yang akan menjual ayam berukuran jumbo. Meski demikian, selanjutnya mereka harus bisa menyesuaikan waktu produksi," katanya.
Terkait dengan komitmen peternak dalam menerapkan sistem tersebut, dikatakannya, sejauh ini cukup baik.
"Kami kan senasib, ketika harga terpuruk kan ruginya juga nggak sedikit. Dengan menggunakan sistem 'on off' ini harga menjadi lebih baik, jadi seharusnya bisa sama-sama berkomitmen menjalankannya," katanya.
Baca juga: Insan perunggasan berharap suplai berlebihan tak terjadi pada 2020
Pewarta: Aris Wasita
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020