Salah seorang penyintas kanker Siswantini Suryandari mengatakan perasaan bahagia merupakan salah satu tindakan yang akan mendukung proses penyembuhan kanker sebab tubuh mampu memproduksi hormon-hormon antioksidan dalam kondisi itu.Saya terkena kanker pertama kali pada 2015 dan tidak diketahui penyebab pasti,
"Bahagia itu penting, walaupun hanya 10 menit untuk diri sendiri bagi para penderita kanker. Makanya saya selalu menikmati apapun yang terjadi atau saya jalani," kata dia di Jakarta, Selasa.
Perempuan yang akrab disapa Ndari itu menjelaskan bersikap bahagia juga merupakan salah satu cara agar obat yang dikonsumsi mampu bekerja maksimal, jika tidak tentu akan terjadi depresi sehingga tidak mendukung proses penyembuhan.
Ia yang pernah mengidap kanker payudara stadium 3B pada 2015 itu menyebutkan hal terberat sebagai pasien kanker itu sebenarnya bukanlah dari sisi penyakit yang diderita, melainkan depresi serta ketidakmampuan mengendalikan psikologis saat berjuang untuk sembuh.
Baca juga: Ahli onkologi: Program deteksi dini kanker di Indonesia belum jalan
"Saya terkena kanker pertama kali pada 2015 dan tidak diketahui penyebab pasti. Namun memang sebelumnya pada 2003 saya pernah diambil tumor di bagian yang sama yakni payudara kiri," jelas Ndari yang berprofesi sebagai jurnalis senior salah satu media nasional.
Ia mengatakan dirinya menjalani serangkaian proses mulai dari pemeriksaan darah, jantung dan tulang untuk mendeteksi ada tidaknya penyebaran sel kanker sebelum menjalani kemoterapi.
Kemudian, ia menjalani satu setengah siklus kemoterapi yakni empat kali kemoterapi sebelum operasi dan empat kali sesudah. Padahal normalnya tiap pasien hanya menjalani satu siklus dengan tiga kali kemoterapi sebelum dan sesudah operasi.
"Jadi saya menjalani total delapan kali kemo. Untuk operasi pengangkatan saya menjalaninya pada Februari 2016 dan dilanjutkan dengan penyinaran 25 kali mulai Agustus 2016," ungkap jurnalis perempuan tersebut.
Secara fisik, dirinya mengalami perubahan terutama saat menjalani kemoterapi baik itu kulit menjadi hitam, rambut botak, semua buku rontok termasuk bulu mata dan alis serta kuku menghitam bahkan copot.
Baca juga: Anak penderita kanker juga butuh nutrisi seimbang
Namun, ia terus kuat menjalani semua tahapan hingga proses pengobatan berat itu berakhir pada 2016 dan rambutnya sudah mulai tumbuh tiga bulan kemudian, bahkan lebih tebal dari sebelumnya.
Kalau sekarang, Siswantini hanya menjalani kontrol dan evaluasi per enam bulan mulai dari cek darah, bon scan serta USG. Pada 2017, ia menjalani positron emission tomography scan seluruh tubuh untuk mendeteksi sel kanker dalam tubuh.
"Alhamdulillah hasilnya sudah bersih. Sekarang tinggal terapi hormon dan pengendalian estrogen untuk menidurkan sel kanker sehingga tidak terjadi hibernasi. Diperkirakan berakhir 2021," lanjut dia.
Intinya ke depan, ujar dia dirinya hanya perlu bahagia. Begitu pula dengan pasien-pasien kanker lain sebab metode pengobatan sebenarnya relatif sama, hanya obat-obatannya yang berbeda.
Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) RI Terawan Agus Putranto mengatakan kanker merupakan penyakit yang masuk kategori tidak diketahui penyebabnya atau disebut juga "unknown disease".
"Banyak teori di dunia mengatakan karena inflamasi atau peradangan. Inflamasi itu bisa dipacu oleh apa saja," ujar dia.
Baca juga: Menkes: Kanker kategori penyakit tak diketahui penyebabnya
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2020