"Prevalensi balita pendek (kerdil) mengalami peningkatan dari 38,4 persen pada 2015 menjadi 40,1 persen di tahun 2017," kata anggota DPR RI asal Sulbar Andi Ruskati di Mamuju, Selasa.
Ia mengatakan untuk prevalensi angka balita kurus mengalami penurunan dari 11,9 persen di 2015, menjadi 8,9 persen di 2017.
Sedangkan untuk status gizi, konsumsi gizi pada balita menunjukkan lebih dari separuhnya atau 71,1 persen mempunyai asupan energi kurang, begitupun dengan asupan protein yang sebanyak 46,4 persen.
Baca juga: DPRD: Kasus stunting Sulbar tertinggi kedua di Indonesia
Baca juga: Sulawesi Barat berembuk tanggulangi anak kerdil
Menurut dia, Indonesia saat ini sedang dihadapi dengan masalah triple burden yaitu kekerdilan (stunting) dan wasing masih tinggi, masalah gizi, obesitas dan kekurangan zat gizi mikro.
"Upaya perbaikan gizi masyarakat merupakan salah satu amanat undang-undang kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 yang ditujukan untuk peningkatan mutu gizi perseorangan dan masyarakat yang dilakukan pada seluruh siklus kehidupan sejak dalam kandungan sampai lanjut usia, dengan prioritas pada kelompok rawan seperti bayi, balita, remaja perempuan, ibu hamil dan ibu menyusui.
Andi Ruskati yang juga Ketua Badan Komunikasi Majelis Taklim (BKMT) Sulbar, mendorong peningkatan asupan energi dan protein melalui pemberian asupan makanan berbasis pangan lokal pada ibu hamil, ibu menyusui, bayi, anak dan remaja.
"Pemberian makanan berbasis pangan lokal baik pada ibu hamil, ibu menyusui, bayi, anak dan remaja merupakan salah satu strategi yang baik untuk peningkatan asupan dan sebagai media edukasi kepada masyarakat untuk mengetahui menu yang baik untuk dikonsumsi, agar tidak mengalami defisit asupan energi dan protein," ujarnya.*
Pewarta: M.Faisal Hanapi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020