• Beranda
  • Berita
  • Kasus kematian 28 penyu di Bengkulu dalam tiga bulan perlu diselidiki

Kasus kematian 28 penyu di Bengkulu dalam tiga bulan perlu diselidiki

5 Februari 2020 03:48 WIB
Kasus kematian 28 penyu di Bengkulu dalam tiga bulan perlu diselidiki
Koordinator Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) Pius Ginting saat menjelaskan isu terkait konservasi penyu di Jakarta, Selasa (4/2/2020). (ANTARA/Sugiharto Purnama)
Koordinator Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) Pius Ginting menyatakan kasus kematian 28 penyu dalam kurung waktu tiga bulan di Bengkulu perlu diselidiki tim investigasi mengingat penyu termasuk hewan terancam punah di Indonesia.

"Kematian penyu perlu ada penelitian dan penyelidikan secara utuh dengan melibatkan pihak-pihak independen, karena perairan Bengkulu masuk area signifikan ekologi dan biologi (EBSA) yang kaya keanekaragaman hayati," kata Pius Ginting di Jakarta, Selasa (4/2/2020).

Baca juga: BKSDA belum tahu sebab kematian penyu di dekat PLTU Bengkulu

Baca juga: Kanopi : usut sembilan penyu mati dekat PLTUB Bengkulu

Baca juga: Empat penyu ditemukan mati dekat PLTU Bengkulu


Tim investigasi itu diharapkan bukan hanya berasal dari kalangan pemerintah seperti Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), tetapi juga dari Universitas Bengkulu, dan pemerhati lingkungan hidup agar penyelidikan yang dilakukan terbebas dari kepentingan.

Kasus kematian puluhan penyu dalam waktu singkat itu terjadi tak jauh dari PLTU batubara di Teluk Sepang, Bengkulu. Sejumlah kalangan menduga ada kaitannya dengan ujicoba operasi pembangkit listrik energi fosil tersebut.

Hal ini lantas menjadi pertanyaan mendasar mengingat Perairan Bengkulu masuk ke dalam kawasan EBSA yang memiliki signifikansi lebih tinggi terhadap satu atau lebih spesies dari ekosistem dibanding daerah lainnya.

"Ketika perairan yang kaya keanekaragaman hayati terganggu, maka berpotensi merusak spesies lain. Kami menduga kematian penyu-penyu tidak terlepas dari keberadaan PLTU yang berkontribusi menyebabkan gangguan terhadap kawasan itu," jelasnya.

Sebelumnya, pihak BKSDA Bengkulu-Lampung telah mengumumkan penyebab kematian 28 penyu akibat infeksi bakteri salmonella dan clostridium. Hal ini berdasarkan hasil uji laboratorium Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor.

"Hasil diskusi dengan lembaga konservasi penyu internasional bahwa kedua spesies bakteri itu terdapat hampir di semua penyu, jadi tidak bisa kemudian dijadikan alasan kedua bakteri menjadi penyebab utama kematian," tambah Pius Ginting.

Merujuk regulasi perlindungan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomer 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, semua jenis penyu laut di Indonesia dilindungi peraturan tersebut.

Selain itu, Badan Konservasi Dunia (IUCN) juga telah menyatakan penyu laut masuk ke dalam daftar merah spesies yang terancam.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020