"Saya 25 tahun di pemerintahan dan persoalan petani itu berbeda-beda sesuai dengan masanya, kalau dulu era menggunakan traktor tangan hingga kemudian roda empat untuk menghambur tanah, sekarang tentu beda lagi," katan Syahrul pada Kuliah Umum di Aula Prof Dr Baharuddin Lopa, Universitas Hasanuddin, Makassar, Jumat.
Dia mengatakan, era petani saat ini sudah masuk era digital, transmitter dan frekuensi yang semuanya berbasis teknologi, sehingga kondisi itu harus cepat disesuaikan jika tidak ingin tertinggal.
Baca juga: Mentan lepas ekspor perdana briket kelapa Gorontalo ke Arab Saudi
"Era ini ada di tanganmu. Era transmiter, frekuensi yang membajak sawah dijari-jari tanganmu dengan 'internet of thinking-mu sebagai dampak dari kemajuan sains dan teknologi," katanya.
Berkaitan dengan hal tersebut, lanjut dia, petani sudah dapat mengetahui kapan hujan akan turun, karena dapat melihat informasi itu dari internet untuk disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
Dia mengatakan, saat ini Kementerian Pertanian sudah memiliki alat Agriculture War Room (AWR) yang sudah diluncurkan bulan lalu yang dapat memetakan dan memberikan informasi terkait potensi lahan pertanian dan faktor-faktor pendukung atau penghambatnya.
Baca juga: Mentan sebut sektor pertanian harusnya tidak pernah rugi
Sementara pada kuliah umum yang mengusung tema "Menjadikan hukum perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dalam mendukung kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional", Mentan sempat menyinggung tentang Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Dia mengatakan, meskipun UU tersebut sudah 10 tahun lebih namun masih banyak yang belum mengetahuinya, padahal itu sangat penting dalam kaitannya negara menjamin hak atas pangan sebagai hak asasi setiap warga negara sehingga negara berkewajiban menjamin kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan.
"Jadi pejabat pemerintah daerah tidak boleh serta merta menyetujui pengalihfungsian lahan dengan memberikan rekomendasi atau menandatangani persetujuan, karena akan diancam pidana kurungan 8 tahun," tandasnya.
Pewarta: Suriani Mappong
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020