Keempat perusahaan itu menyebut aliansi tersebut Global Developer Service Alliance (GDSA), platform yang memiliki tujuan memudahkan pengembang game, musik, film, dan aplikasi lain untuk memasarkan aplikasi mereka di pasar luar negeri.
Dikutip dari Reuters, Jumat, GDSA awalnya akan diluncurkan pada bulan Maret. Menurut situs web prototipe, platform tersebut rencananya akan hadir di sembilan "wilayah" termasuk India, Indonesia dan Rusia.
Oppo dan Vivo keduanya dimiliki oleh produsen smartphone asal China BBK Electronics. Oppo, Vivo dan Xiaomi mengkonfirmasi bahwa mereka mengembangkan GDSA untuk mengunggah aplikasi.
Baca juga: Huawei temukan pengganti Google Maps
Baca juga: Google hapus aplikasi pengintai di Play Store
Juru bicara Xiaomi, kepada Reuters, mengatakan bahwa aliansi itu tidak dimaksudkan untuk menantang Google, dan membantah keterlibatan Huawei dalam isu itu. Namun, Oppo dan Vivo tidak menyebutkan Huawei dalam pernyataan mereka. Sementara, Huawei menolak berkomentar.
Menurut analis Sensor Tower, Katie Williams, Google, yang layanannya dilarang di China, memperoleh sekitar 8,8 miliar dolar AS secara global dari Play Store pada 2019. Google juga menjual konten seperti film, buku, dan aplikasi di Play Store dan mengumpulkan komisi 30 pesen.
"Dengan membentuk aliansi ini, setiap perusahaan akan mencoba memanfaatkan keunggulan yang lain di berbagai daerah, dengan basis pengguna Xiaomi yang kuat di India, Vivo dan Oppo di Asia Tenggara, dan Huawei di Eropa," kata VP of Mobility Canalys, Nicole Peng.
"Kedua, aliansi ini mulai membangun kekuatan negosiasi lebih banyak terhadap Google," dia menambahkan.
Menurut lembaga riset data IDC, keempat perusahaan tersebut menyumbang 40,1 persen dari pengiriman ponsel secara global pada kuartal keempat 2019.
Sementara Oppo, Vivo dan Xiaomi memiliki akses penuh ke layanan Google di pasar internasional, Huawei kehilangan akses untuk perangkat baru setelah Amerika Serikat melarang pemasok Amerika untuk menjual barang dan layanan kepada Huawei dengan alasan keamanan nasional.
Analis smartphone Will Wong mengatakan perusahaan asal China berusaha mengambil bagian yang lebih besar dari perangkat lunak dan layanan karena penjualan perangkat keras melambat.
"App store, aplikasi bawaan pada ponsel, iklan dan game adalah area yang dapat menghasilkan pendapatan baru," kata dia.
Huawei juga beralih dari Google dengan mengembangkan sistem operasi sendiri Harmony OS sebagai alternatif.
Baca juga: Huawei Mate 30 Pro hadir tanpa Google Play Store
Baca juga: Google larang aplikasi cryptomining di Play Store
Baca juga: Google akan pungut bayaran dari produsen ponsel untuk Play Store
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020