Rancangan resolusi ini berdasarkan keinginan Palestina, karena it is their cause. Kita harus menghormati apa pun pertimbangan yang dilakukan pihak Palestina
Rancangan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang mengkritisi proposal perdamaian Palestina-Israel yang digagas AS, masih akan dipertimbangkan oleh Palestina.
Indonesia bersama Tunisia yang mengusung rancangan resolusi tersebut, atas permintaan Palestina, menyatakan bahwa pertimbangan utama tentu berasal dari Palestina sebagai pihak yang berkepentingan langsung karena hal itu menyangkut kelangsungan hidup rakyat Palestina.
“Jadi intinya pihak Palestina masih memerlukan waktu untuk konsultasi lebih jauh lagi. Ini bukan dokumen yang sudah dibahas atau di-voting atau untuk diambil keputusan,” kata Wakil Tetap RI untuk PBB di New York Dian Triansyah Djani melalui sambungan telepon kepada ANTARA, Rabu.
Menegaskan bahwa rancangan resolusi tersebut belum diajukan sebagai dokumen resmi DK PBB, Dubes Trian menyatakan bahwa resolusi itu menekankan pada perlunya penerapan solusi dua negara (two-state solution) yang didasari parameter internasional dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel.
Karena itu, pembahasan menyangkut upaya perdamaian harus didasarkan pada resolusi DK PBB antara lain Resolusi 2334 dan Resolusi 242.
“(Rancangan resolusi ini) berdasarkan keinginan Palestina, karena it is their cause. Kita harus menghormati apa pun pertimbangan yang dilakukan pihak Palestina,” kata Dubes Trian.
Baca juga: Indonesia prakarsai pertemuan DK PBB bahas soal Palestina-Israel
Baca juga: Wamenlu tekankan solidaritas untuk Palestina saat pertemuan OKI
Merujuk pada Resolusi 2334, rancangan resolusi DK PBB yang diedarkan oleh Indonesia dan Tunisia secara implisit akan menolak rencana Presiden AS Donald Trump termasuk aneksasi Israel atas permukiman di Tepi Barat, Palestina.
Dalam proposal perdamaian Palestina-Israel yang diumumkan pada 28 Januari 2020, Trump menyebut Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tidak dapat terbagi. Sementara Palestina akan diberi hak untuk mengelola Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya kelak.
Melalui proposal yang disebutnya sebagai “Kesepakatan Abad Ini”, Trump juga berjanji akan menggalang dana investasi internasional sebesar 50 miliar dolar AS (sekitar Rp682 triliun) untuk membangun negara Palestina baru.
Baca juga: Palestina sebut Deal of The Century sebagai Kesepakatan Terburuk
Proposal Trump itu disambut baik oleh Israel, namun ditolak keras oleh Palestina hingga memicu demonstrasi besar di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Berbicara dalam pertemuan khusus DK PBB yang diprakarsai Indonesia dan Tunisia, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebut negara yang ditandai sebagai Palestina dalam salinan peta yang dibuat AS dalam proposalnya tampak seperti potongan “keju Swiss”.
Abbas mendesak Trump untuk menghapus rencana itu dan mengupayakan kembalinya negosiasi berdasarkan resolusi PBB yang menyeru pada solusi dua negara berdasarkan garis perbatasan pra-1967.
"AS tidak bisa menjadi satu-satunya mediator," katanya, menolak peran tradisional AS dalam menjadi perantara untuk mengakhiri konflik dan menyerukan konferensi internasional, demikian laporan Reuters.
Presiden Mahmoud Abbas juga mengatakan "situasi bisa meledak setiap saat. ... Kami butuh harapan. Tolong jangan mengambil harapan ini dari kami.”
Baca juga: Palestina tolak rencana perdamaian Timur Tengah yang diajukan AS
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2020