''Kita masih menunggu izin dulu," ujar Dwi salah satu tim Predator Fun Park di Palu, Rabu.
Kehadiran mereka merupakan suatu bentuk kepedulian relawan asal Kota Batu terhadap hewan reptil yang sudah kurang lebih empat tahun lehernya terjerat ban.
'"Awalnya, kami turun pertama liat di medsos dan media. Waktu peratama mau berangkat tidak ada biaya.terpaksa kami coba mendekati 4pemerintah Kota Batu, Alhamdulillah akhirnya dibantu.'' jelasnya.
Tidak hanya itu, saat berangkat dari Kota Batu, Jawa Timur menuju Ke Kota Palu ini, tim tidak mengetahui adanya peraturan harus adanya legalitas dari Kementrian LHK.
''Sangat ribet sekali, kami tidak tau, kalau syaratnya serumit itu. Kemarin rapat dengan BKSDA katanya, kami harus ke Jakarta untuk presentasi cara menangkap buaya dan kalau disetujui baru izin dikeluarkan,"' terangnya
Baca juga: Dua ahli buaya asal Australia bantu evakuasi buaya berkalung ban
Sementara itu, Kepala BKSDA Sulteng, Hasmuni Hasmar mengakui bahwa relawan yang akan membantu proses evakuasi buaya berkalung ban, memang harus terlebih dahulu meminta izin dari Kementrian LHK di Jakarta.
''Harus minta izin dari ke kementerian dulu. Semacam persetujuan harus jangan sampai celaka dia. Dia juga harus presentasi apa yang mau dia bikin," jelasnya.
Hingga saat ini, buaya yang terlilit ban motor bekas di Sungai Palu, Sulawesi Tengah, belum dapat diselamatkan. Berbagaierbagai upaya telah dilakukan oleh pihak BKSDA Sulteng untuk menyelamatkan hewan reptil ini.
Dua ahli buaya asal Australia yakni Matthew Nicolas Wright dan Chris Wilson, telah mendapatkan izin dari Kementrian LHK untuk membantu operasi penyelamatan seekor buaya muara tersebut namun hingga saat ini masih nihil.
Baca juga: Evakuasi buaya berkalung ban masih nihil
Ahli buaya asal Australia bantu penyelamatan buaya berkalung ban
Pewarta: Rangga Musabar
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020