"Pada akhir Januari 2019, setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT), Pak Menteri, KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia), Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dan juga saya dipanggil BPK, ada paparan intinya Pak Deputi BPK Achsanul Qosasih mengatakan ada data BPK dari setiap cabang olahraga ada pemotongan 15-20 persen, itu disaksikan semua pimpinan cabang olahraga, Pak Menteri, KONI, dan KOI," kata Sesmenpora Gatot S Dewa Broto di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Gatot bersaksi untuk asisten pribadi Menpora Miftahul Ulum yang bersama-sama dengan Imam Nahrawi didakwa menerima suap totalnya sejumlah Rp11,5 miliar dan gratifikasi berupa uang seluruhnya berjumlah Rp8,648 miliar.
"Memang ada rumor untuk staf-staf khusus ada jatah pembagian uang dari kegiatan-kegiatan di Kemenpora. Misalnya Taufik Hidayat, staf khusus sebagai Wakil Ketua Satlak Prima sejak 2015-2017 ditugaskan untuk mengumpulkan uang dari Deputi III dan IV Kemenpora," ungkap Gatot.
Satlak Prima adalah program Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas yaitu Program Pemerintah untuk menciptakan Atlet Andalan Nasional yang mampu berprestasi di tingkat internasional.
"Yang bertugas untuk memotong uang adalah Tommy Suhartanto (Direktur Perencanaan dan Anggaran Program Satlak Prima), tapi untuk detailnya saya tidak tahu," ungkap Gatot.
Gatot pun mengaku tidak tahu berapa jumlah 15-20 persen yang dipotong dari tiap cabang olahraga tersebut.
"Pak Achsanul tidak mengatakan besaran yang dipotong tapi mengatakan memberikan perhatian agar pimpinan Kemenpora tidak melakukan pembiaran atas pemotongan-pemotongan seperti itu," tambah Gatot.
Staf Ahli Bidang Kerjasama Kelembagaan Kemenpora Chandra Bakti yang juga dihadirkan sebagai saksi mengakui ada pemotongan 20 persen dari anggaran Satlak Prima.
"Iya ada pemotongan, saya harus kolektif menyerahkannya. Pemotongan lalu diserahkan ke Tommy, menurut Tommy itu untuk operasional ke Pak Menteri," kata Chandra.
Dalam dakwaan disebutkan Miftahul Ulum menerima gratifikasi sejumlah Rp1 miliar dari Pejabat Pembuat Komitmen Program Satlak Prima Kemenpora 2016-2017 Edward Taufan Pandjaitan alias Ucok.
Tommy menyampaikan kepada Ucok ada permintaan uang dari Imam Nahrawi, lalu Tommy meminta disiapkan uang Rp1 miliar untuk diserahkan kepada Imam melalui Ulum.
Uang diserahkan pada Agustus 2018 oleh Reike Mamesah kepada Taufik Hidayat di rumah Taufik di Kebayoran Baru Jakarta Selatan lalu Taufik memberikannya kepada Imam melalui Ulum di rumah Taufik.
Dalam perkara ini Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Menpora bersama-sama dengan Imam Nahrawi didakwa menerima suap totalnya sejumlah Rp11,5 miliar dari Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johnny E Awuy yaitu terkait proposal bantuan dana hibah kepada Kemenpora dalam pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program Asian Games dan Asian Para Games 2018 serta proposal dukungan KONI Pusat dalam pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun 2018.
Sedangkan dalam dakwaan kedua Miftahul Ulum didakwa menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya berjumlah Rp8,648 miliar dengan rincian Rp300 juta dari Ending Fuad Hamidy; uang Rp4,948 miliar sebagai tambahan operasional Menpora RI, Rp2 miliar sebagai pembayaran jasa desain Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs dari Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (PRIMA) Kemenpora RI tahun anggaran 2015-2016; uang Rp1 miliar dari Edward Taufan Panjaitan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) program Satlak Prima 2016-2017 dan uang sejumlah Rp400 juta dari Supriyono selaku BPP Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) tahun 2017-2018 dari KONI Pusat.
Baca juga: Imam Nahrawi surati Presiden minta copot Sesmepora Gatot Dewa Broto
Baca juga: Miftahul Ulum terima dakwaan di sidang perdana
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020