• Beranda
  • Berita
  • Revisi UU Perikanan untuk tata kelola perikanan berkelanjutan

Revisi UU Perikanan untuk tata kelola perikanan berkelanjutan

14 Februari 2020 11:47 WIB
Revisi UU Perikanan untuk tata kelola perikanan berkelanjutan
Kapal nelayan di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. ANTARA/Natisha Andarningtyas

Kondisi perikanan Indonesia masih perlu peningkatan di berbagai sektor serta tantangan pengelolaan perikanan yang membutuhkan peran serta dari semua pemangku kepentingan dalam bidang perikanan guna mencapai pengelolaan perikanan yang berkelanjutan da

Revisi terhadap UU Perikanan atau penyusunan perubahan kedua UU No 31/2004 tentang Perikanan merupakan hal yang penting dalam rangka mewujudkan tata kelola sektor kelautan dan perikanan di Tanah Air.

"Kondisi perikanan Indonesia masih perlu peningkatan di berbagai sektor serta tantangan pengelolaan perikanan yang membutuhkan peran serta dari semua pemangku kepentingan dalam bidang perikanan guna mencapai pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab," kata pengamat perikanan Abdul Halim dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Abdul Halim yang memaparkan hasil kajian Pusat Transformasi Kebijakan Publik (Transformasi) berpendapat, salah satu jalan untuk mencapai hal tersebut adalah dengan mengintervensi perubahan kedua Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Ia mengemukakan, berdasarkan kajian Transformasi tersebut, ada sejumlah hal yang disorot antara lain sinkronisasi definisi "Nelayan Kecil", peralihan kewenangan pengelolaan urusan perikanan tangkap dan mekanisme pembagian dana bagi hasil, serta pengelolaan perikanan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Kemudian, kaitan dengan pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Berbasis Hukum Adat (Customary Law) dan Kearifan Lokal, kemudahan pengurusan dokumen administrasi perizinan perikanan, serta peningkatan kapasitas pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dan penegakan Hukum atas Tindak Pidana Perikanan di laut.

Selanjutnya adalah memastikan keterlibatan perempuan di dalam Rumah Tangga Nelayan dan Pembudidaya Ikan dalam Pengelolaan Perikanan secara Berkelanjutan dan Bertanggungjawab, pemenuhan hak-hak awak kapal perikanan (ABK) dan Tenaga Kerja di Sektor Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perikanan, serta integrasi Administrasi Perizinan Perikanan dengan Izin Pengelolaan Lingkungan.

Sementara itu, Anggota Komisi IV F-PKB DPR RI Ibnu Multazam menyatakan, RUU Perikanan telah masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2020 dan merupakan inisiatif dari Komisi IV DPR.

Ibnu Multazam berpendapat bahwa perubahan RUU Perikanan itu idealnya dilakukan oleh Pansus, serta perlu kehati-hatian dalam perumusan RUU Perubahan Kedua UU 31/2004, tapi tidak menjebak warga negara Indonesia yang berusaha di sektor perikanan.

Selain itu, untuk perihal pengurusan perizinan perikanan sepakat untuk dilakukan penyatuan agar terjadi kemudahan, serta pentingnya pengawasan SDKP perlu disatukan dan mesti tersedia dana on call, di mana pengelolaan anggaran menjadi hal krusial yang perlu disesuaikan dengan kebutuhan pengawasan.

Ia juga menekankan pentingnya penguatan pengawasan di daerah yang rawan praktek IUU Fishing atau penangkapan ikan ilegal adalah hal yang sangat strategis.

Baca juga: Pengamat: Revisi UU Perikanan, jangan dilakukan terburu-buru

Baca juga: Susi Pudjiastuti katakan revisi UU Perikanan belum mendesak

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020