Pendataan itu akan dikoordinasikan kepada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemendagri) karena menurut Muhadjir, hanya Ditjen Dukcapil yang bisa mendata penduduk miskin berdasarkan nama dan alamat (by name, by address).
"Kami belum bisa memastikan berapa waktu (untuk mendatanya), karena harus tadi itu, koordinasinya dengan Ditjen Dukcapil. Karena yang punya data by name, by address itu di Dukcapil," kata Muhadjir di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Selasa.
Muhadjir menambahkan, jika data penduduk Ditjen Dukcapil Kemendagri sudah rapi, pemerintah hanya tinggal menyepadankan saja dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial (Kemensos) untuk menyelesaikan persoalan masih adanya penduduk miskin PBPU dan BP yang membayar iuran JKN-KIS kelas 3 Mandiri karena belum masuk ke dalam data peserta PBI.
Hal itu menimbulkan pertentangan di DPR RI, karena sampai saat ini DPR RI masih belum menerima sepenuhnya kenaikan iuran peserta JKN-KIS khususnya kelas 3 mandiri atau pekerja bukan penerima upah (PBPU). Iuran peserta kelas 3 ini naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 sejak 1 Januari 2020.
Muhadjir mengatakan bahwa Kemensos bersama Badan Penyedia Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) sudah pernah melakukan penyisiran data (cleansing data) PBI sebelum menaikkan iuran JKN-KIS, di mana peserta yang tidak layak sebagai PBI sudah dikeluarkan datanya dan diganti dengan yang lebih layak berdasarkan DTKS Kemensos.
Dengan cara itu, pemerintah berupaya memberikan jaminan kesehatan penduduk miskin yang terdaftar dalam PBI namun tetap menaikkan iuran JKN-KIS untuk mengatasi masalah defisit keuangan yang dialami BPJS selaku penyelenggara JKN-KIS.
DPR RI mencoba merundingkan persoalan kenaikan iuran JKN-KIS ini dengan pemerintah dalam rapat gabungan yang dihadiri oleh Menko PMK Muhadjir Effendi, Sekjen Mendagri Hadi Prabowo, Menkes Terawan Agus Putranto, Menkeu Sri Mulyani Indrawati, dan Mensos Juliari Batubara dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris serta anggota DPR yang hadir dari Komisi II, VIII, IX dan XI.
Baca juga: Pemerintah satu suara soal keputusan iuran JKN sesuai Perpres 75 2019
Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan pemerintah harus mengetahui bahwa ada ketidaksetujuan DPR RI soal kenaikan iuran JKN-KIS yang telah berlangsung sejak 1 Januari 2020.
Mantan Menteri PMK pada Kabinet Kerja 2014-2019 lalu itu juga ingin mengetahui pembelaan dari pemerintah apabila usulan DPR RI soal PBPU dan BP itu tidak dinaikkan iurannya.
"Saya meminta kepada pemerintah untuk menerangkan dasar-dasarnya, kenapa kemudian dinaikkan iuran BPJS (JKN-KIS) per 1 Januari 2020 karena menurut DPR tanggal 2 September tahun 2019, ada kesepakatan antara pemerintah dengan DPR untuk tidak menaikkan iuran BPJS (JKN-KIS) kalau belum dilakukan penyisiran data (cleansing data)," kata Puan usai rapat gabungan di Ruang Pansus C Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Selasa.
Dari perudingan dalam rapat gabungan itu, Puan menilai pemerintah sudah memiliki usaha (effort) untuk melakukan penyisiran data, kendati penyisiran data itu belum sempurna.
"Paling tidak 27,44 juta jiwa itu sudah dilakukan cleansing datanya," kata Puan.
Penyempurnaan penyisiran data itu masih akan terus dilakukan karena pemerintah berpandangan, harus menaikkan iuran JKN-KIS demi menyelamatkan BPJS Kesehatan dari defisit keuangan.
Lalu kapan penyempurnaan penyisiran data itu selesai, masih belum dipastikan. Menko PMK Kabinet Indonesia Maju Muhadjir Effendy menilai hal itu tergantung seberapa baik koordinasi Kemensos dengan Ditjen Dukcapil Kemendagri.
"Tergantung nanti, tergantung kekompakan kerja sama Kemendagri dengan Kemensos," kata Muhadjir.
Baca juga: Pemerintah dan DPR bahas solusi masalah BPJS Kesehatan
Baca juga: Menkeu: Iuran PBI BPJS Kesehatan sudah naik sejak Agustus 2019
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020