Dokter spesialis kedokteran nuklir menyebutkan bahwa efek terpapar zat radioaktif bisa menyebabkan dampak akut seperti mual muntah dan juga efek jangka panjang berupa mutasi genetik seperti munculnya sel kanker.Begitu terpapar, paling sering dikeluhkan mual, muntah, pusing, sakit kepala, lemas, sampai mata merah, kulit merah, ada luka bakar, bahkan ada yang meninggal
Dokter spesialis kedokteran nuklir dari RS MRCCC Siloam Semanggi Jakarta dr Ryan Yudistiro, Sp.KN M.Kes saat dihubungi di Jakarta, Selasa, menjelaskan efek jangka panjang dari paparan radioaktif lebih berbahaya ketimbang efek akut.
"Efek radiasi kalau terpapar dalam jumlah besar, lama, dan dekat satu efek akut atau efek segera. Begitu terpapar, paling sering dikeluhkan mual, muntah, pusing, sakit kepala, lemas, sampai mata merah, kulit merah, ada luka bakar, bahkan ada yang meninggal," katanya.
Dia mencontohkan penyebaran zat radioaktif seperti yang terjadi di Chernobyl, Ukraina dan Fukushima, Jepang akibat reaktor yang meledak tersebut bisa menelan korban jiwa.
Namun, ia menekankan efek jangka panjang dari paparan radioaktif lebih berbahaya karena tidak bisa diprediksi kapan akan muncul dampaknya.
"Ini yang paling berbahaya karena kita tidak tahu kapan itu bisa terjadi. Radiasi itu bisa merusak sel DNA, dan bisa terjadi mutasi genetik. Mutasi genetik ini yang kita ngga bisa prediksi kapan munculnya, salah satu akibat dari mutasi genetik itu muncul sel kanker," katanya.
Ia mengatakan kanker yang paling sering terjadi akibat radiasi adalah kanker tiroid, namun tidak menutup kemungkinan juga sel kanker jenis lainnya seperti kanker darah dan sebagainya.
Dia menjelaskan ada tiga faktor yang memengaruhi paparan radiasi radioaktif kepada tubuh manusia, yaitu besarnya jumlah radiasi, lamanya paparan radiasi, dan seberapa dekat paparan radioaktif itu terjadi.
Jika semakin besar jumlah paparan radiasi, semakin lama terpapar radiasi, dan jarak yang begitu dekat dengan sumber radiasi maka akan memperbesar dampak negatif yang bisa ditimbulkan bagi kesehatan.
Beberapa cara agar terhindar dari radiasi, kata dia, adalah dengan menjauhi sumber radiasi sejauh mungkin agar tidak terpapar zat radioaktif. Jika dalam kedokteran nuklir, dokter spesialis kedokteran nuklir biasa memakai proteksi atau alat pelindung diri agar tidak terkena paparan obat radioaktif yang diberikan kepada pasien.
Ia menjelaskan pancaran sinar gelombang radiasi nuklir berbeda-beda dari tiap jenis zat radioaktif. Pancaran sinar radioaktif tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna sehingga tidak bisa dilihat oleh kasat mata.
Orang yang terpapar zat radioaktif pun, kata Ryan Yudistiro, tidak bisa mengetahui dirinya terpapar radiasi nuklir kecuali jika diukur oleh alat khusus untuk mengukur kandungan radioaktif pada tubuh. Paling tidak, orang yang terpapar radioaktif bisa merasakan efek akut seperti mual dan muntah dan sebagainya.
Paparan radiasi zat radioaktif Cesium 137 (Cs-137) ditemukan di lingkungan area tanah kosong di samping lapangan voli Blok J Perumahan Batan Indah Serpong Tangerang Selatan, Provinsi Banten.
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) saat ini tengah melakukan investigasi dengan mendata pemilik bahan radioaktif Cesium 137 di Indonesia untuk menemukan pelaku pembuangan limbah Cs-137 tersebut di permukiman warga.
Baca juga: BAPETEN: Paparan radiasi di Serpong tidak akan meluas
Baca juga: Dokter: Radioaktif bisa sebabkan kanker
Baca juga: BAPETEN pastikan air tanah di Batan Indah tidak terkontaminasi
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020