"Industri pengolahan telah menyumbang penerimaan Rp28,9 triliun atau tumbuh empat persen," ujar Sri Mulyani dalam jumpa pers perkembangan APBN 2020 di Jakarta, Rabu.
Sri Mulyani mengatakan realisasi pajak dari industri pengolahan yang didukung oleh peningkatan konsumsi ini memberikan kontribusi kepada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri.
"Meski tumbuh lebih rendah dari tahun lalu, ini menunjukkan kegiatan manufaktur masih bertahan atau cukup resilient," ujarnya.
Industri yang dominan memberikan sumbangan terhadap pajak adalah industri makanan dan minuman, industri pengolahan tembakau dan industri kendaraan bermotor serta alat angkutan.
Selain industri pengolahan, penerimaan bruto pajak juga didukung oleh sektor perdagangan yang menyumbang Rp22,18 triliun dan industri jasa keuangan dan asuransi Rp10,2 triliun.
"Secara bruto, mayoritas sektor utama masih tumbuh positif meski melambat, kecuali pertambangan dan transportasi dan pergudangan yang tumbuh negatif masing-masing 27,3 persen dan 5,6 persen," katanya.
Berdasarkan jenis, penerimaan pajak didukung PPN Dalam negeri yang menyumbang Rp17,39 triliun dan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh karyawan) Rp15,28 triliun.
"Meski demikian PPh Orang Pribadi tumbuh paling tinggi pada awal tahun yaitu 18,33 persen karena masih terjaganya kepatuhan wajib pajak usai kebijakan amnesti pajak," ujarnya.
Dengan pencapaian hingga akhir Januari 2020, maka secara keseluruhan, realisasi penerimaan pajak tanpa PPh migas adalah Rp77,3 triliun.
Realisasi itu antara lain berasal dari PPh nonmigas Rp46,2 triliun, PPN Rp30,5 triliun dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp0,2 triliun.
Baca juga: Menkeu belum revisi pertumbuhan 2020 meski ada virus corona
Baca juga: Menkeu pastikan kebijakan stimulus belanja dukung penguatan ekonomi
Baca juga: Menkeu katakan realisasi defisit anggaran Januari 2020 Rp36,1 triliun
Pewarta: Satyagraha
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020