• Beranda
  • Berita
  • PB IDI: Kebanyakan kasus meninggal COVID-19 karena komorbid

PB IDI: Kebanyakan kasus meninggal COVID-19 karena komorbid

20 Februari 2020 16:26 WIB
PB IDI: Kebanyakan kasus meninggal COVID-19 karena komorbid
Ketum PB IDI Daeng Faqih (kedua kiri) dalam diskusi di Jakarta pada Kamis (20/2/2020). ANTARA/Prisca Triferna/am.

Profil untuk orang-orang yang meninggal juga kebanyakan sudah lanjut usia, karena virus ini menyangkut dengan persoalan daya tahan tubuh.

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Daeng M Faqih mengatakan pasien yang meninggal karena COVID-19 kebanyakan bukan karena virus tapi oleh karena komorbid atau penyakit penyerta,

"Kasus meninggal mayoritas bukan murni karena virusnya tapi karena kondisi komorbid yaitu penyakit pendamping. Dia sudah punya sakit kemudian terinfeksi virus karena punya sakit, daya tahan tubuh rendah, masuk, sakit jadi tambah parah," kata Daeng dalam diskusi tentang corona yang diadakan di Jakarta, Kamis.

Sebelumnya, wabah penyakit baru yang disebabkan oleh virus corona. COVID-19 pertama kali muncul di Wuhan, China pada akhir 2019 dan sampai saat ini per Kamis (20/2) telah menginfeksi 75.727 orang di 26 negara dengan 74.578 terjadi di daratan China.
Baca juga: Eijkman: Kehati-hatian meningkat, cegah korban COVID-19 bertambah
Baca juga: Korban meninggal akibat COVID-19 di Hubei terus bertambah


Total 2.129 orang meninggal karena penyakit tersebut dan 16.526 orang dinyatakan sembuh dari COVID-19 setelah menjalani perawatan.

Persentase kematian yang disebabkan oleh corona, kata Daeng, memang lebih rendah jika dibandingkan MERS atau H5N1 (flu burung). Hal itu adalah sebuah kabar gembira karena virus itu tidak seganas wabah-wabah sebelumnya.

Profil untuk orang-orang yang meninggal juga kebanyakan sudah lanjut usia, karena virus ini menyangkut dengan persoalan daya tahan tubuh.

"Meskipun tingkat keganasannya jauh lebih rendah dari virus-virus yang terdahulu, virus ini tingkat penyebarannya sangat cepat. Ini kabar tidak enaknya makanya belum beberapa bulan sudah 75.000," kata dia.

Selain itu, kata dia, salah satu masalah adalah karena belum ada vaksin untuk mencegah penyebarannya dan obat untuk mengobatinya.
Baca juga: Taiwan desak WHO bikin hitungan tersendiri soal jumlah korban corona
Baca juga: Provinsi Hubei laporkan 91 korban tewas baru akibat corona

 

Begini cara virus corona bekerja dalam tubuh manusia

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020