"Kami menyiapkan strategi terburuk. Secara garis besar kami akan tetap ekspansi tapi lebih "prudent"," kata Wakil Direktur Utama BNI Anggoro Eko Cahyo saat jumpa pers di Jakarta, Kamis.
Menurut Anggoro, sejumlah sektor akan terdampak oleh wabah Virus COVID-19 seperti sektor manufaktur karena mengimpor bahan baku atau bahan setengah jadi dari China. Sektor farmasi juga disebut akan terdampak.
Baca juga: BNI catat realisasi kredit tahun 2019 tumbuh 8,6 persen
Ia menuturkan, rasio kredit bermasalah (NPL) perseroan tahun ini akan berada di kisaran 2-2,22 persen, mempertimbangkan faktor internal dan eksternal, termasuk dampak epidemi COVID-19.
Perseroan pun juga berupaya untuk mendorong pertumbuhan laba mencapai double digit. Pada 2019 lalu, laba bersih BNI hanya tumbuh 2,5 persen dari Rp15,02 triliun di 2018 menjadi Rp15,38 triliun.
Pada hari ini, Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk memutuskan untuk membagikan dividen sebesar Rp3,85 triliun atau 25 persen dari laba yang diperoleh sepanjang 2019 Rp15,38 triliun. Sisanya 75 persen sebagai laba ditahan
Anggoro mengatakan, perseroan membagikan dividen 25 persen karena masih memerlukan ruang untuk tumbuh ke depannya.
"Selain itu, dampak PSAK 71, kita dalam range Rp13 triliun sampai Rp16 triliun. Dampaknya, dua persen dari CAR sekarang, dari 19,7 persen jadi 17,7 persen," ujar Anggoro.
Baca juga: BNI akan evaluasi pangkas suku bunga kredit sesuai arahan Presiden
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020