"Kehadiran videotron di Surabaya nantinya harus ada jarak, satu titik dengan titik pemasangan videotron lainnya," kata anggota Komisi A DPRD Surabaya Ghofar Ismail di Surabaya, Selasa.
Menurut dia, pemasangan videotron tidak kumpul dalam satu lokasi saja, sehingga akan mengurangi estetika tata kota. Ia mengumpamakan satu titik videotron dipasang dalam satu jalur saja, jadi tidak bergerombol.
"Kenapa harus berjarak, agar terlihat tidak semrawut, dan masyarakat bisa memahami saat melihat iklan yang ada di videotron tersebut," ujar politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Ia menjelaskan reklame berbentuk videotron haruslah berukuran lebar atau besar agar pengendara bisa melihat dengan jelas, yang pada akhirnya konsumen atau masyarakat bisa tertarik dengan produk layanan iklan yang terpasang di videotron.
Selain itu, kata Ghofar, lampu penerangan videotron harus maksimal disesuaikan dengan kondisi jalan, jangan sampai pengendara terganggu dengan keberadaan lampu videotron.
Untuk menata keberadaan videotron jika reklame konvensional diganti, lanjut dia, maka harus ada aturan jarak dan lokasi dimana sebaiknya videotron dipasang dengan tujuan tidak merubah estetika kota yang selama ini dibangun.
Ghofar kembali mengatakan penggunaan videotron saat ini memang cukup efektif untuk menggaet konsumen, dan sangat bagus disaat Kota Surabaya ini sedang menuju industri 4.0, dimana semua serba digital.
"Saya pikir ini bentuk inovasi di Kota Surabaya, karena memang di negara-negara maju reklame sudah berbentuk videotron," katanya.
Anggota DPRD Surabaya dua periode ini juga menambahkan, ke depan regulasi reklame di Surabaya harus dibenahi lagi, agar penataan videotron berjalan dengan baik.
"Intinya, keberadaan videotron bukan hanya menguntungkan pemilik iklan, tapi juga keindahan tata kota perlu dijaga," katanya.
Baca juga: Empat papan reklame di Cempaka Putih dicopot akibat telat bayar pajak
Baca juga: Tiga reklame tak berizin dibongkar di Cengkareng
Baca juga: Anggota DPRD usulkan papan reklame konvensional di Surabaya diganti
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020