"Ini harus diluruskan ke depan mana saja instrumen yang bisa dijual melalui bank. Kalau itu proteksi bolehlah, kalau investasi nanti dulu akan kami lihat instrumen investasi apa yang boleh dijual di bank," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam CNBC Economic Outlook 2020 di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, tidak ada produk reksa dana yang memberikan jaminan imbal hasil karena selain dari harga, instrumennya termasuk saham itu juga kerap mengalami gejolak atau volatile.
OJK tidak menghapus produk tersebut namun meminta agar skema diubah menjadi non guaranteed return.
"Bukan dibubarkan, dia yang skema produk itu tolong dikembalikan dulu, abis itu jadi kontrak baru menjadi non guarantee return," katanya kepada wartawan.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menyebut potensi kerugian negara dari kasus gagal bayar Jiwasraya mencapai Rp13,7 triliun.
Potensi kerugian itu timbul karena adanya tindakan melanggar prinsip tata kelola perusahaan menyangkut pengelolaan dana yang dihimpun melalui program asuransi saving plan.
Produk tersebut menawarkan bunga yang tinggi hingga 13 persen.
Adapun penempatan Investasi asuransi BUMN itu di antaranya saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp5,7 triliun dari aset finansial.
Dari jumlah itu, sebesar 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik dan 95 persen ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.
Selain itu, korporasi juga berinvestasi di reksadana sebanyak 59,1 persen persen senilai Rp14,9 triliun.
Dari jumlah itu, sebanyak 98 persen dikelola manajer investasi berkinerja buruk.
Baca juga: OJK: Waspada tawaran investasi berkeuntungan besar dan tak masuk akal
Baca juga: Satgas Investasi OJK prediksi penawaran investasi ilegal meningkat
Baca juga: OJK akan terbitkan aturan baru terkait tingkat kesehatan asuransi
Baca juga: OJK : Premi asuransi jiwa naik 4,1 persen 2019
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020