Anggota DPR dari Fraksi Partai NasDem, Willy Aditya menginginkan agar Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) sebagai upaya menegakan kedaulatan privasi warga negara.Warga harus diedukasi juga bahwa data pribadinya merupakan hal yang integral dengan kedaulatan diri. Jika data itu ditransaksikan baik oleh dirinya maupun pihak lain maka justru membuka peluang resiko besar yang dihadapi. Negara harus hadir melindung
"Saya masih melihat kegamangan pemerintah, pada banyak bagian data pribadi diposisikan seolah komoditas, di bagian lain diposisikan sebagai bagian kedaulatan privat. Saya mau ini UU nantinya adalah upaya menegakkan kedaulatan privasi warga negara," kata Willy, di Jakarta, Jumat.
Baca juga: RUU Data Pribadi, Kominfo siapkan Integrated Data Center
Baca juga: Anggota DPR: RUU PDP harus perhatikan aspek "people security"
Baca juga: Menkominfo sampaikan lima prinsip RUU PDP di DPR
Anggota Komisi I yang juga Wakil Ketua Baleg DPR RI, menjelaskan bahwa RUU PDP ini adalah kemajuan kehendak negara untuk melindungi hak privasi warganya.
Oleh karena itu, lanjut dia, RUU ini bukan hanya meregulasi pelindungan data pribadi melainkan privasi warga negara secara utuh.
Willy menegaskan bahwa data pribadi warga tidak dapat dilepaskan dari hak privasi yang harus dilindungi negara. Maka penggunaan istilah "pemilik" kurang tepat dan harusnya fokus sebagai "subjek data". Dengan berpikir sebagai "pemilik" maka seolah data adalah komoditas yang bisa dijual-belikan.
"Warga harus diedukasi juga bahwa data pribadinya merupakan hal yang integral dengan kedaulatan diri. Jika data itu ditransaksikan baik oleh dirinya maupun pihak lain maka justru membuka peluang resiko besar yang dihadapi. Negara harus hadir melindungi, bukan memfasilitasi transaksinya," ucapnya.
Pemegang gelar master manajemen pertahanan ini juga melihat terbukanya potensi lembaga negara bertindak melampaui kewenangan (abuse of power) di dalam draft RUU PDP yang sedang dibahas.
Willy menegaskan, bahwa RUU ini bisa berhadap-hadapan dengan isu pertahanan dan keamanan negara jika tidak benar-benar diatur batas kewenangan yang tegas.
"Pertahanan keamanan negara itu penting ditegakkan. Namun tidak boleh atas nama pertahanan dan keamanan, maka negara bisa bertindak sewenang-wenang. Negara memang bisa mengurangi hak sipil-privat dalam kondisi tertentu berdasarkan Undang-Undang karenanya harus ditegaskan batasannya. Negara dalam Draft RUU ini bisa bertindak sebagai pengelola, pengolah, dan pentransmisi yang tidak dijangkau oleh UU. Dia entitas yang dibebaskan dari kewajiban-kewajiban yang diterapkan kepada lembaga lain, bahkan terhadap individu. Ini harus diperbaiki di dalam pembahasan nanti. NasDem akan mengawal ini," paparnya.
Dengan segala perangkat yang dikuasainya, Willy melihat negara sangat berpotensi melampaui kewenangannya.
Oleh karena itu dia mengusulkan perlunya memberi kewenangan independen yang lepas dari intervensi negara atau korporasi untuk bertindak sebagai pihak yang dapat menilai potensi pelanggaran atau kejahatan terhadap data privasi warga negara.
"Perlu ada kewenangan yang diberikan secara independen untuk menegakkan aturan PDP ini baik terhadap negara maupun korporasi. Harapannya, dengan kewenangan ini, siapapun yang diberi kewenangan akan dapat menjadi entitas yang berhak menuntut penegakan hukum bagi pelanggar atau pelaku kejahatan terhadap hak privasi warga," katanya.
Willy menambahkan, warga negara perlu terus diedukasi sambil pembahasan terhadap RUU PDP ini berjalan. Karena menurutnya dengan adanya UU PDP ini akan ada perubahan yang menuntut warga menyesuaikan dirinya.
"RUU ini harus ada masa sosialisasi dan edukasi khusus setelah resmi jadi UU. Mungkin 2-3 tahun untuk sosialisasinya agar landing dengan baik sebagai pengaturan yang disadari pentingnya oleh warga negara. Saya kira waktu yang demikian cukup untuk juga membuat perangkat aturan turunan yang diamanatkan," tuturnya.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020