Kepala BKIPM Ternate Abdul Kadir dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu, mengungkapkan, telah dilakukan pengujian sampel yang meliputi delapan ekor jenis ikan dasar (ikan yang hidup di dasar laut) dan satu gurita yang diserahkan oleh petugas PSDKP-KKP dan Dinas Kealutan Perikanan Kota Ternate.
Ia mengungkapkan bahwa dalam hasil pembedahan ditemukan pendarahan di sepanjang tulang ikan, sedangkan tentakel gurita dalam kondisi tidak utuh.
Dalam pengujian selanjutnya menggunakan rapid testkit plumbum dan rapit testkit merkuri, menunjukkan hasil negatif.
Baca juga: Benarkah fenomena ikan mati mendadak di Maluku terkait dengan gempa?
Namun, lanjutnya, pengujian untuk mendeteksi adanya hama, parasit, maupun bakteri tidak bisa dilakukan karena ikan sudah membusuk saat diantar ke BKIPM Ternate.
"Ikan dalam kondisi membusuk, parasit juga sudah mati, hanya bakteri pembusukan yang lebih dominan," ungkapnya dan menambahkan, tentang kondisi air laut yang berubah kecokelatan, BKIPM Ternate sedang melakukan identifikasi plankton atau algae.
Hal itu, ujar dia, adalah untuk mengetahui benar tidaknya terjadi blooming algae yang diduga menyebabkan kematian ikan. Namun dia memastikan, sampel air laut yang diperoleh BKIPM dalam kondisi jernih tidak berwarna kecokelatan.
Sebagai informasi, penemuan ikan mati di sekitar perairan Kota Ternate pertama kali dikabarkan oleh sekelompok penyelam di sekitar perairan Kota Ternate, tepatnya di pantai Falajawa. Abdul mengaku, belum mendapat informasi berapa jumlah pasti ikan yang mati secara keseluruhan.
Baca juga: BMKG minta warga Ambon tak terpancing isu tsunami terkait ikan mati
Untuk mengetahui kondisi terkini di perairan Kota Ternate, pihaknya kembali mengirim tim ke sekitar lokasi penemuan ikan mati.
"Kondisi lapangan terbaru, tidak ditemukan adanya kematian ikan baru dan kondisi perairan normal," pungkas Abdul.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020