• Beranda
  • Berita
  • Peneliti: melonjaknya harga masker abaikan perlindungan konsumen

Peneliti: melonjaknya harga masker abaikan perlindungan konsumen

3 Maret 2020 16:27 WIB
Peneliti: melonjaknya harga masker abaikan perlindungan konsumen
Harga masker berwarna hitam yang dijual Apotek Kimia Farma di Tanjungpinang mencapai Rp250.000/kotak. (Nikolas Panama)

Perilaku menimbun barang untuk mengambil keuntungan di luar kewajaran tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga melanggar etika bisnis. Dalam sisi hukum, pedagang melanggar Pasal 107 di UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan dapat dipidanakan p

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti mengatakan bahwa melonjaknya harga masker di tengah wabah virus corona (Covid-19) tidak sejalan dengan perlindungan konsumen sehingga fenomena itu masuk sebagai tindakan mengeksploitasi kebutuhan konsumen dengan mengambil untung berlebihan.

Dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa, Ira menyebut fenomena itu juga berpotensi melanggar UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan selain mengabaikan hak-hak konsumen.

"Perilaku menimbun barang untuk mengambil keuntungan di luar kewajaran tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga melanggar etika bisnis. Dalam sisi hukum, pedagang melanggar Pasal 107 di UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan dapat dipidanakan paling lama lima tahun dan/atau denda lima puluh miliar rupiah," katanya.

Baca juga: Presiden perintahkan Polri tindak tegas penimbun masker

Setelah pengumuman WNI positif virus corona, harga sekotak masker bisa mencapai Rp1,7 juta di toko online yang diakibatkan lonjakan permintaan.

Ira berpendapat, ini merupakan saat yang tepat bagi konsumen agar mengerti hak-hak mereka. Konsumen yang merasa dirugikan bisa melakukan laporan pengaduan kepada Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).

BPKN dapat menjadikan pengaduan masyarakat sebagai dasar rekomendasi kepada pemerintah atau kementerian terkait sehingga hal-hal seperti ini tidak terulang lagi.

Selain itu, Ira menjelaskan bahwa tindakan pelaku usaha untuk menaikkan harga tidak akan memberikan reputasi positif pada usahanya dan dapat menghambat usaha mereka di masa yang akan datang karena kekecewaan konsumen.

"Pelaku usaha harus mengerti bahwa menaikkan harga ketika krisis terjadi bukan merupakan strategi yang berkelanjutan untuk mendorong kepercayaan konsumen," katanya.

Sementara itu bagi konsumen, seharusnya tidak perlu panik dan membeli secukupnya karena produsen dalam negeri sedang meningkatkan produksi untuk memenuhi lonjakan permintaan.

"Sudah saatnya konsumen mengetahui dan mempelajari hak-haknya," tandasnya.

Baca juga: Presiden pastikan stok masker dalam negeri capai 50 juta

Selain melalui BPKN, konsumen juga dapat melaporkan ini kepada lembaga-lembaga terkait seperti asosiasi pedagang dan produsen maupun Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM).

"Sudah saatnya konsumen berdaya dan terlindungi. Konsumen bisa mempelajari hak-hak mereka, baik melalui UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maupun UU Nomor 7 Tahun Tahun 2014. Terdapat pula peraturan pemerintah dan turunannya seperti PP Nomor 59 Tahun 2001 tentang LPKSM dan PP Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elekronik bagi konsumen online," terang Ira.

 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020