Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan komitmennya terhadap pembangunan sektor perikanan yang berkelanjutan dalam rangka melesatkan kinerja sektor kelautan dan perikanan hingga pada masa mendatang.Tanpa pembangunan berkelanjutan, masa depan akan sia-sia
"Tanpa pembangunan berkelanjutan, masa depan akan sia-sia," kata Menteri Kelautan dan Perikanan di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, perekonomian termasuk sektor kelautan dan perikanan akan dapat berlari kencang bila tingkat pertumbuhannya berkelanjutan.
Menteri Edhy juga menyatakan telah membuka komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan, dan regulasi yang akan diterbitkan diyakini akan berpihak kepada pelaku usaha perikanan nasional.
Sementara itu, Dirjen Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar menyatakan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan pemda dalam rangka fokus pengelolaan berbasis wilayah pengelolaan perikanan (WPP).
Sebagaimana diketahui, Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) sendiri terbagi ke dalam 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) lewat Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.1/2009 dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.18/2014.
Wilayah ini merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk aktivitas utama antara lain penangkapan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan lainnya. Pengelolaan WPP sebagai basis pembangunan kelautan dan perikanan merupakan upaya strategis dalam menjaga kelestarian sumber daya perikanan guna mengoptimalkan perekonomian.
Sebagaimana diwartakan, Revisi terhadap UU Perikanan atau penyusunan perubahan kedua UU No 31/2004 tentang Perikanan merupakan hal yang penting dalam rangka mewujudkan tata kelola sektor kelautan dan perikanan di Tanah Air.
"Kondisi perikanan Indonesia masih perlu peningkatan di berbagai sektor serta tantangan pengelolaan perikanan yang membutuhkan peran serta dari semua pemangku kepentingan dalam bidang perikanan guna mencapai pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab," kata pengamat perikanan Abdul Halim.
Abdul Halim yang memaparkan hasil kajian Pusat Transformasi Kebijakan Publik (Transformasi) berpendapat, salah satu jalan untuk mencapai hal tersebut adalah dengan mengintervensi perubahan kedua Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Ia mengemukakan, berdasarkan kajian tersebut, ada sejumlah hal yang disorot antara lain sinkronisasi definisi "Nelayan Kecil", peralihan kewenangan pengelolaan urusan perikanan tangkap dan mekanisme pembagian dana bagi hasil, serta pengelolaan perikanan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Kemudian, kaitan dengan pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Berbasis Hukum Adat (Customary Law) dan Kearifan Lokal, kemudahan pengurusan dokumen administrasi perizinan perikanan, serta peningkatan kapasitas pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dan penegakan Hukum atas Tindak Pidana Perikanan di laut.
Selanjutnya adalah memastikan keterlibatan perempuan di dalam Rumah Tangga Nelayan dan Pembudidaya Ikan dalam Pengelolaan Perikanan secara Berkelanjutan dan Bertanggungjawab, pemenuhan hak-hak awak kapal perikanan (ABK) dan Tenaga Kerja di Sektor Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perikanan, serta integrasi Administrasi Perizinan Perikanan dengan Izin Pengelolaan Lingkungan.
Baca juga: Pelaku usaha akui pentingnya sertifikasi perikanan berkelanjutan
Baca juga: Bappenas: Indonesia perlu lebih gigih kelola kelautan berkelanjutan
Baca juga: Pengamat: Menteri Edhy harus wujudkan tata perikanan berkelanjutan
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020