Pengamat sosial dari Universitas Indonesia Devie Rahmawati mengatakan 'panic buying' yang terjadi setelah pemerintah mengumumkan dua pasien positif corona (Covid-19) di Indonesia adalah perilaku yang umum terkait dengan insting naluriah manusia untuk bertahan.Ketidaktahuan menimbulkan ketakutan. Ketakutan itu mendorong insting kita untuk bertahan, bertahan itu ada dua, 'fight atau flight, bertarung atau kabur, bertarung itu bertahan
"Manusia itu punya kemampuan untuk merespon situasi yang tidak terkendali," kata Devie saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa malam.
Menurut Devie, dalam konteks awal 'panic buying' sangat alamiah, karena di negara-negara maju yang masyarakatnya berpendidikan sangat tinggi juga melakukan hal yang sama seperti di Indonesia.
Penggiat literasi digital itu menjelaskan, perilaku tersebut muncul karena masyarakat tidak mendapatkan informasi yang utuh mengenai virus corona (Covid-19) terutama bagaimana mencegah atau mengatasinya.
Informasi yang menyebar di masyarakat bahwa virus tersebut telah mewabah di seluruh dunia, yang terkena virus ada yang meninggal dunia.
Tapi informasi bagaimana mengatasi virus tersebut masyarakat belum pernah tau sehingga menimbulkan ketakutan.
"Ketidaktahuan menimbulkan ketakutan. Ketakutan itu mendorong insting kita untuk bertahan, bertahan itu ada dua, 'fight atau flight, bertarung atau kabur, bertarung itu bertahan," kata Devie.
Menurut Devie, 'panic buying' yang dilakukan masyarakat di beberapa wilayah adalah cara bertarung untuh bertahan.
Baca juga: Dampak corona, pemerintah sanksi pedagang yang permainkan harga
Baca juga: Waspadai penimbunan stok, TNI-Polri akan disiagakan di supermarket
Baca juga: Gubernur Banten imbau warga tidak panik terkait COVID-19
"Kalau kemudian orang sebagian berbelanja itu bagian dari itu (bertarung), itu tidak bisa diartikan sebuah prilaku emosional," kata penerima Australian Awards terkait isu Democratic Resilience yang membahas soal disinformasi.
Devie menambahkan perilaku emosional itu diperlukan oleh manusia sebagai makhluk hidup untuk waspada. Perilaku ini juga tidak bisa diterjemahkan sebagai perilaku primitif, karena naluriah manusia untuk bertahan. Insting ini pula yang membuat manusia bisa bertahan berabad-abad, karena kemampuan manusia untuk bertahan hidup dengan memprediksi.
Adanya kabar corona positif, naluriah masyarakat langsung menghitung kalau benar ini terjadi dan berdasarkan informasi misalnya membutuhkan 14 hari untuk inkubasii, sehingga masyarakat menginformasikan dirinya untuk siap menghadapi situasi itu.
'Panic buying' bagian dari upaya manusia untuk memastikan dirinya dan keluarganya siap menghadapi situasi.
"Perilaku yang emosional itu sebenarnya penting, kenapa? karena dengan emosi kita akan lebih waspada, kita akan fokus ketika menghadapi satu masalah, seperti virus corona ini," kata Devie.
Devie menyarankan informasi yang komprehensif, masif dan diperbaharui secara berkala sangat diperlukan untuk meminimalisir gejolak di masyarakat terkait corona (Covid-19).
Peristiwa 'panic buying' dikabarkan terjadi di sejumlah pusat perbelanjaan di wilayah Jabodetabek, masyarakat memborong keperluan seperti beras, mie instans dan makanan instans lainnya hingga mengakibat terjadi kekosong suplai serta antrean di pusat perbelanjaan.
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020