"Terutama untuk Kabupaten Sikka tercatat temuan 1.074 kasus 11 di antaranya meninggal dunia. Di sana persoalan utamanya ialah terkait pengelolaan sampah," kata Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Kemenkes catat 94 orang meninggal akibat DBD hingga Maret 2020
Ia mengatakan masyarakat seharusnya turut serta dalam menjaga kebersihan lingkungan, setidaknya untuk mengelola sampah yang berada di belakang rumah mereka masing-masing.
Sebagai contoh di Maumere, Kabupaten Sikka, Kemenkes menemukan banyaknya botol-botol, gelas atau tempat minuman kemasan yang dibuang di belakang rumah warga begitu saja.
Baca juga: 21 warga NTT meninggal akibat DBD
"Jadi sampah-sampah itu tidak dikubur ataupun dibakar sebagaimana seharusnya dilakukan," kata dia.
Dengan kata lain, ujarnya, KLB demam berdarah ini disebabkan masyarakat tidak melakukan pemberantasan sarang nyamuk sebelum masa penularan. Padahal, saat musim hujan tiba sebenarnya tempat-tempat nyamuk bertelur
cepat sekali berkembang.
Baca juga: Januari-Februari 2020, sudah 206 warga Kupang terserang DBD
Di sisi lain, Pemerintah NTT telah berkomitmen untuk menggerakkan seluruh lini dalam menjaga kebersihan lingkungan agar tidak terjadi peningkatan kasus atau pengulangan di masa akan datang.
"Mereka sudah berjanji untuk menggerakkan semua lini yakni mulai dari kepala desa, aparat-aparat pemerintah lainnya, sekolah-sekolah, pasar serta tempat umum lain," ujar dia.
Komitmen tersebut ialah dengan bersama-sama melakukan pembersihan sampah serta pemberantasan sarang nyamuk di lingkungan sekitar minimal sekali dalam tiga hari.
"Ini penting karena penularan demam berdarah di NTT agak unik yakni tidak hanya di dalam rumah, melainkan juga di luar rumah," katanya.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2020