Adapun Perpres 35/2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
Baca juga: KPK paparkan hasil kajian sektor kelistrikan
Baca juga: AZWI harapkan pemerintah publikasi studi kelayakan pembangunan PLTSa
Baca juga: AZWI sebut PLTSa bukan solusi berkelanjutan masalah sampah
"Rekomendasi KPK adalah revisi Perpres Nomor 35 Tahun 2018 agar investasi bisa berjalan karena apa karena faktanya dua hal, dari sisi bisnis tidak ekonomis bahkan bisa memberatkan. Yang kedua dari sisi teknologinya juga belum ada yang mampu melakukan," ucap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat memaparkan hasil kajian sektor kelistrikan di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
KPK, kata dia, melihat bahwa ada dua persoalan dalam hal ini, yaitu pengelolaan sampah dan penyediaan listrik untuk PLN.
Dengan kebijakan "waste to energy", persoalan sampah dapat diselesaikan dengan teknologi "incinerator" atau mengubahnya menjadi "bricket" atau bentuk lainnya.
Mengingat, kata dia, jumlah sampah di beberapa daerah tidak mencapai kuota target dan listrik yang dihasilkan jumlahnya kecil tetapi dengan biaya yang mahal.
Baca juga: Gubernur Lampung wujudkan pembangunan PLTSa
Baca juga: Pemkot Palembang target PLTSa Keramasan mulai dibangun 2020
Baca juga: Pemerintah diharapkan tinjau ulang pembangunan PLTSa
"Misalnya Jawa Barat, kalau kemudian tempat pembangkitnya ditaruh di satu tempat, misalnya di Bandung maka kemudian kalau Bandung saja belum cukup, sementara kalau menggerakkan dari Sumedang, dari Cimahi atau dari Jatinangor ke satu tempat itu, tentu biaya pengangkutannya besar sehingga tidak ekonomis kalau kemudian difokuskan untuk ke listrik, memungkinkannya untuk energi saja," kata dia.
Dalam kajian itu, KPK menemukan permasalahan sektor kelistrikan di dua aspek, yakni model bisnis dan basis teknologi.
"Jadi model bisnis pengelolaan sampah, sampah menjadi energi itu bisnisnya masih bermasalah juga teknologinya. Teknologi mengelola sampah menjadi listrik sampai saat ini belum ada yang menunjukkan hasil positif," kata Ghufron.
Dari aspek bisnis, implementasi Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) kontrak bisnisnya terpisah antara pemda-pengembang dan pengembang-PLN.
"Karena kan ada dua hal ya, sampah di masyarakat ke pemda itu ada bisnis sendiri sementara pemda dengan sektor swasta yang melahirkan listrik itu satu hal juga menyebabkan proses berlarut dan berpotensi kepada praktik bisnis yang tidak 'fair'," ungkap dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan pada 12 April 2018.
Peraturan itu menegaskan bahwa pengolahan sampah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, mengurangi volume sampah secara signifikan demi kebersihan dan keindahan kota, serta menjadikan sampah sebagai sumber daya dilakukan secara terintegrasi dari hilir sampai ke hulu melalui pengurangan dan penanganan sampah.
Menurut Pasal 2 Ayat 3 Perpres, "Pengelolaan sampah dilaksanakan untuk mendapatkan nilai tambah sampah menjadi energi listrik."
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) bisa mengurangi volume sampah secara signifikan, karenanya pemerintah memandang perlu mempercepat pembangunan instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan di provinsi dan kabupaten/kota tertentu.
Menurut ketentuan itu, pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan mencakup wilayah Provinsi DKI Jakarta; Kota Tangerang; Kota Tangerang Selatan; Kota Bekasi; Kota Bandung; Kota Semarang; Kota Surakarta; Kota Surabaya; Kota Makassar; Kota Denpasar; Kota Palembang; dan Kota Manado.
Pemerintah daerah kota sebagaimana dimaksud dalam Perpres ini dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah kabupaten/kota sekitar dalam satu daerah provinsi dalam membangun instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik menggunakan teknologi ramah lingkungan.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020