13 orang meninggal akibat DBD di Sikka NTT

8 Maret 2020 11:10 WIB
13 orang meninggal akibat DBD di Sikka NTT
Penguburan seorang anak berusia tiga tahun yang menjadi korban akibat terjangkit DBD di Maumere. ANTARA/HO Dinkes Sikka/am.

yang anaknya sakit panas mereka tidak langsung membawanya ke puskesmas

Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur melaporkan hingga Minggu (8/3) jumlah pasien yang meninggal dunia akibat demam berdarah mencapai 13 orang sejak awal tahun.

"Sampai saat ini jumlah pasien yang meninggal mencapai 13 orang dan jumlah ini jika dibandingkan dengan beberapa hari terakhir mengalami peningkatan, " kata Plt Kadis Kesehatan Kabupaten Sikka Petrus Herlemus saat dihubungi ANTARA dari Kupang, Minggu (8/3).

Ia mengatakan bahwa jika dibandingkan dengan data yang dikumpulkan pada Rabu (4/3) lalu, jumlah pasien DBD yang meninggal mencapai 11 orang.

Dua korban susulan yang meninggal terjadi pada Kamis (5/3). Tepatnya pada Kamis sore dan Kamis malam.

Baca juga: Kemenkes: Sampah picu KLB demam berdarah di Kabupaten Sikka
Baca juga: Kasus serangan penyakit DBD di Sikka terus meluas


Sementara itu jumlah pasien yang masih dirawat di tiga RS yakni TC Hillers, RS Lela, dan RS Kewapante saat ini mencapai 108 orang baik anak-anak hingga dewasa.

"Dan kalau data pasien DBD sejak Januari hingga Maret jumlahnya sudah mencapai 1.145 kasus dari sebelumnya pada Rabu (4/3) lalu hanya mencapai1.131 kasus," ujar dia.

Sampai dengan saat ini juga pemerintah Kabupaten Sikka kata Petrus Herlemus, sudah empat kali memperpanjang status kejadian luar biasa (KLB).

"Status KLB DBD tahap empat sudah diperpanjang lagi karena korban akibat DBD semakin meningkat," tutur dia.

Status KLB DBD tahap keempat ini sudah mulai berlaku sejak Selasa (3/3) lalu dan akan berlaku selama 14 hari ke depan.

Baca juga: Empat warga Sikka meninggal akibat DBD
Baca juga: Sikka perpanjang status darurat KLB DBD


Sejauh ini kata dia pemda setempat sudah berusaha agar kasus DBD di daerah itu tidak meluas dengan cara menyemprotkan fogging, kemudian sosialisasi bahaya DBD, bagi-bagi autan, serta membagi-bagikan bubuk abate.

Namun hingga saat ini korban terus meningkat, bahkan yang meninggal juga terus bertambah.

Namun, katanya, akibat cara hidup sehat yang tak benar mengakibatkan banyak korban berjatuhan.

"Tak hanya itu kebanyakan orang tua yang anaknya sakit panas mereka tidak langsung membawanya ke puskesmas, tetapi justru membawanya ke dukun, sehingga saat dibawa ke puskemas atau RS sudah tak tertolong lagi," kata dia.

Berbagai cara, kata dia, juga terus dilakukan, salah satunya membagi-bagikan obat antinyamuk ke sekolah-sekolah, karena anak-anak rentan demam berdarah.

Dinkes setempat telah membuka posko laboratorium yang bisa digunakan masyarakat untuk mengecek darahnya. Para petugas posko itu akan bertugas selama 24 jam dalam melayani pasien.

Baca juga: Kasus DBD di beberapa daerah Indonesia meningkat, kata Kemenkes
Baca juga: Tiga dokter dan dua perawat di Sikka dirawat akibat DBD

Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020