• Beranda
  • Berita
  • Menteri LHK minta karbon kredit TPA Kebon Kongok teregistri nasional

Menteri LHK minta karbon kredit TPA Kebon Kongok teregistri nasional

8 Maret 2020 19:08 WIB
Menteri LHK minta karbon kredit TPA Kebon Kongok teregistri nasional
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya (bertopi hitam) saat meninjau program Jeranjang Olah Sampah Setempat (JOSS) di TPA Kebon Kongok didampingi Gubernur NTB Zulkieflimansyah (bertopi merah) di Lombok Barat, NTB, Minggu (8/3/2020). (Foto : ANTARA/Virna P Setyorini).

Dan kita memang sudah harus mengawali itu karena emisi gas rumah kaca dari batubara dinilai seharusnya dikendalikan,

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK)RI, Siti Nurbaya meminta karbon kredit pembakaran gas metana sampah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebon Kongok, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), terhitung dan masuk Sistem Registri Nasional.

“Saya mau pesan kalau sudah berjalan, saya kira harus dilakukan pendaftaran pada Sistem Registri Nasional untuk emisi karbonnya, supaya ada prestasinya. Karbon dari sampah pertama nanti mulainya berarti dari Mataram, dari NTB,” jelas Siti saat meninjau program Jeranjang Olah Sampah Setempat (JOSS) di TPA Kebon Kongok, Lombok Barat, NTB, Minggu.

TPA Kebon Kongok menjalankan program JOSS yang memanfaatkan teknologi Refused Derived Fuel (RDF) untuk mengubah sampah menjadi pelet atau briket layaknya batu bara. Pembuatan pelet tersebut dikelola oleh masyarakat sekitar, dan menjadi bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang milik PT Indonesia Power yang berlokasi di Taman Ayu, Lombok Barat.

Baca juga: Di WEF Davos, Luhut undang investor kembangkan pendanaan karbon

Menurut Siti, pengolahan sampah menjadi bahan bakar dengan teknik RDF bagus sekali mengingat mesinnya sederhana, dan hasilnya bisa menjadi substitusi batubara untuk PLTU.

Secara nasional penanganan atau pengembangan energi baru terbarukan (EBT) sedang diintensifkan oleh Presiden Joko Widodo bersama menteri-menteri terkait. “Dan kita memang sudah harus mengawali itu karena emisi gas rumah kaca dari batubara dinilai seharusnya dikendalikan,” sebut dia.

Program JOSS tersebut cukup konkret mengingat hasil di lapangan terlihat masyarakat akan mendapat manfaatnya, selain masalah sampah juga terselesaikan.

Produksi sampah di Mataram mencapai 300 ton per hari, dan 30 ton diantaranya diproses menjadi pelet untuk bahan bakar PLTU. Targetnya produksi pelet dapat ditingkatkan menjadi 100 ton, bahkan Gubernur NTB Zulkieflimansyah malah meminta 200 ton sampah dapat dioleh menjadi pelet.

Baca juga: Hati-hati terjun ke perdagangan karbon, WALHI ingatkan pemerintah

“Saya kira ini contoh yang baik kami akan dorong terus dan kita akan mendukung. Nanti saya cari caranya bagaimana. Kalau perlu memang dibuatkan semacam kawasannya atau apalah,” ujar Siti.

Gubernur NTB Zulkieflimansyah mengatakan kehadiran Menteri LHK menjadi bentuk perhatian pemerintah pusat dan PT PLN juga menunjukkan keseriusannya.

“Kita berusaha sedemikian rupa agar masalah sampah ini diselesaikan untuk energi. Semoga semua berjalan sesuai rencana,” lanjutnya.

Adapun komposisi pemanfaatan pelet sampah untuk bahan bakar PLTU adalah sebesar tiga persen, dan sisanya 97 persen adalah batubara.

PLTU Jeranjang merupakan pembangkit listrik milik PT Indonesia Power yang merupakan anak usaha PT PLN (Persero). Pembangkit listrik ini menjadi salah satu tulang punggung sistem kelistrikan di wilayah NTB, dengan kapasitas 2x25 Mega Watt (MW) dan berkontribusi hingga 62 persen terhadap sistem kelistrikan di Lombok.

Baca juga: Indonesia mulai bidik potensi perdagangan karbon

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2020