"Pagi ini kita dihentakkan dengan perang minyak, yang kemudian harganya turun dari 60 dolar menjadi 30 dolar, ini contoh bahwa antiglobalisasi atau menurunnya globalisasi itu demikian cepat," katanya di Jakarta, Senin.
Menurut dia, globalisasi yang menurun sebelumnya ditandai dengan munculnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China serta wabah virus Corona jenis baru atau COVID-19.
Dunia, lanjut dia, juga dihadapkan dengan perkembangan teknologi digital yang cepat sehingga di sisi lain juga menimbulkan disrupsi ekonomi.
Meski demikian, Perry enggan berkomentar banyak terkait dampak dari anjloknya harga minyak dunia yang ia sebut "perang minyak".
Harga minyak dunia turun signifikan lebih dari 20 persen dimana minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) dan Brent Oil masing-masing turun ke level 32,4 dolar AS per barel atau turun 21,5 persen dan 35,31 dolar AS per barel terkoreksi 22 persen.
Anjloknya harga minyak dunia itu terjadi setelah Rusia menolak turut serta dalam pemotongan produksi yang diikuti dengan penurunan harga jual oleh Saudi Arabia.
Rusia menolak keras usulan pengurangan produksi curam OPEC untuk menstabilkan harga karena wabah Virus Corona memperlambat ekonomi global dan mengganggu permintaan energi.
Baca juga: AS-Iran memanas, Menko Airlangga ingatkan potensi harga minyak naik
Baca juga: Pemerintah diminta antisipasi harga minyak terkait konflik AS-Iran
Baca juga: Harga minyak dunia jatuh di tengah kekhawatiran permintaan
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020