Surya mengklaim bahwa keputusan MK agar pemilihan umum presiden dan wakil presiden serta pemilihan umum anggota legislatif tetap dilangsungkan secara serentak sudah memberatkan hampir semua parpol yang duduk di legislatif.
"Karena saya yakin hampir semua institusi partai politik merasakan betapa beratnya kondisi pelaksanaan pemilu secara serempak itu," kata Surya di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Senin.
Surya mengatakan bahwa hal itu menjadi pekerjaan rumah bersama bagi fraksi-fraksi parpol di Parlemen agar mau duduk bersama mencari solusi terbaik dari adanya putusan MK soal Pemilu Serentak itu.
Untuk itu, dalam pertemuan antara Partai Golkar dan partai NasDem yang berlangsung Senin, telah disepakati cara-cara mengajak Partai-Partai Politik tersebut bekerja sama memikirkan solusi terbaik tersebut.
"Tidak hanya Golkar dan NasDem, tapi seluruh institusi partai-partai politik, kawan-kawan partai politik yang ada di fraksi-fraksi di parlemen. Kami akan coba agar NasDem dan Golkar akan mengajak duduk bersama kawan-kawan fraksi-fraksi partai politik lainnya untuk memikirkan apa solusi terbaik dengan situasi seperti ini," kata Surya.
Adapun MK sudah memutuskan untuk menolak pelaksanaan pemilu terpisah dalam gelaran perkara permohonan uji materi Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, mengatakan MK berpendirian pemisahan pemilu presiden-wakil presiden dengan pemilihan legislatif pusat bertentangan dengan UUD NRI 1945.
"Mahkamah berpendirian bahwa pemilihan umum presiden dan wakil presiden dengan pemilihan umum anggota legislatif yang konstitusional adalah yang dilaksanakan secara serentak," kata hakim konstitusi Saldi Isra, saat membacakan putusan, di gedung MK, Jakarta, Rabu (26/2).
Baca juga: Akademisi: KPU harus mendesain pemilu tanpa korban
Menurutnya, MK tetap menganggap setidaknya ada enam variasi pemilu serentak yang tetap sah sepanjang sejalan dengan penguatan sistem presidensial. Yang membedakannya adalah kombinasi pesertanya.
Pertama, sebagaimana yang selama ini berjalan, yakni pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, serta presiden-wakil presiden.
Kedua, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden-wakil presiden, gubernur, dan bupati/wali kota.
Opsi selanjutnya, pemilu anggota DPR, DPD, presiden-wakil presiden, anggota DPRD, gubernur dan bupati/wali kota.
Keempat, pemilu yang memberi jeda antara pemilu serentak nasional dan daerah. Bentuknya, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden-wakil presiden.
Selang beberapa waktu kemudian dilaksanakan pemilu serentak lokal untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, gubernur, dan bupati/wali kota.
Kelima, pemilu serentak dengan memisahkan antara pemilu nasional, pemilu tingkat provinsi, dan pemilu tingkat kabupaten/kota.
Keenam, MK juga membolehkan pemilu serentak jenis lain sepanjang pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden-Wapres digelar bersamaan.
Baca juga: NasDem NTT hargai putusan MK terkait pemilu serentak
Baca juga: Perludem dorong pilkada serentak digelar sebelum pemilu nasional
Baca juga: Kemendagri dengarkan gagasan soal Pemilu serentak pasca putusan MK
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020