Masyarakat Bandung antusias terhadap bisnis kepemilikan rumah dengan konsep kepemilikan tanpa bank, tanpa sita, tanpa denda, tanpa BI Checking, tanpa bunga, dan tanpa akad bathil, sesuai konsep syariah dan bahkan minat masyarakat untuk mendapatkan rumah dengan konsep itu semakin meningkat.Jadi masyarakat sudah tidak perlu takut lagi akan oknum-oknum pengembang yang tidak bertanggung jawab seperti kabar yang beredar dan sedang ramai diberitaka
"Untuk menjawab antusiasme dan minat masyarakat yang tinggi akan kepemilikan rumah berkonsep syariah, kemarin kami menggelar agenda gathering akbar di Bandung kemarin," kata Founder Developer Property Syariah, Ustaz H Muhammad Rosyid Aziz, Senin.
Developer Property Syariah ialah penggagas pertama pengembang properti berbasis syariah di Indonesia.
Ustaz Rosyid mengatakan acara temu ramah tersebut juga digelar di 10 kota besar lainnya, termasuk Bandung.
Dia mengatakan dalam acara tersebut Developer Property Syariah (DPS) wilayah Jawa Barat memperkenalkan kurang lebih 17 proyek anggota DPS, termasuk yang berlokasi di Bandung dan
sekitarnya. Proyek tersebut telah diverifikasi dan lolos uji oleh tim DPS Pusat.
"Jadi mereka itu sudah lolos uji, ini sudah dicek sisi akad, keuangan, maupun manajemen proyek," ujar Ustaz Rosyid.
Dia menuturkan saat ini masyarakat makin mengenal konsep properti syariah yang aman dari sisi bisnisnya dan sisi akad-akadnya yang digunakan, sehingga masyarakat bisa memilih properti syariah atau bukan, layak, atau tidak layak.
"Jadi masyarakat sudah tidak perlu takut lagi akan oknum-oknum pengembang yang tidak bertanggung jawab seperti kabar yang beredar dan sedang ramai diberitakan, serta sedang beredar di media masa akhir-akhir ini," ujar dia.
Menurut dia, bisnis properti yang dijalankan sama sekali tak bersinggungan dengan bank, tidak ada sistem denda, bahkan tidak ada asuransinya.
Dia mengatakan tanpa adanya denda maka mayoritas kebanyakan developer takut tertipu oleh konsumen nakal.
Padahal, menurut Rosyid, meskipun sudah ada denda pun masih banyak developer yang tertipu oleh konsumen nakal tersebut.
Sedangkan denda itu, kata dia, tidak ada dalam sepanjang sejarah kehidupan Islam mulai zaman Rasulullah SAW, sehingga denda dimasukkan ke dalam golongan riba.
"Sehingga kita harus melakukan verifikasi konsumen dengan dua poin yaitu mampu dan amanah," kata dia.
Baca juga: UIN Malang tawarkan dua konsep ekonomi syariah ke Wapres Ma'ruf
Baca juga: Wapres merendah saat terima gelar Bapak Ekonomi Syariah Indonesia
Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020