Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Rabu, mengatakan bahwa nilai kerugian negara muncul dari hasil audit Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
"Nilainya kerugiannya itu Rp1,2 miliar," kata Dedi Irawan.
Munculnya nilai kerugian negara, lanjut Dedi, dilihat dari tiga item, yakni renovasi gedung, pemeliharaan gedung, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Meski demikian, penyidik kejaksaan masih akan mencari pembanding untuk nilai kerugian negara tersebut dengan melibatkan ahli dari badan pemeriksa keuangan (BPK).
"Jadi, bisa saja nanti itu (hasil penghitungan ahli) lebih besar atau juga hasilnya berkurang," ujarnya.
Baca juga: Kementerian Agama bangun asrama haji transit Papua Barat
Baca juga: Wagub Jabar: Asrama haji di Indramayu dibangun tahun ini
Usai mendapatkan hasil dari ahli, pihaknya akan melakukan gelar perkara untuk melihat progres penyidikan dari sisi kerugian negaranya.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa penyidikan kasus yang belum mengungkap peran tersangka tersebut tidak hanya menunggu ahli, tetapi pemeriksaan saksi-saksi masih terus berjalan.
"Semua yang terlibat, pada intinya diperiksa," kata Dedi.
Kejati NTB menangani kasus ini berdasarkan adanya temuan BPK. Dalam temuannya, diduga ada kelebihan pembayaran untuk pekerjaan rehabilitasi Gedung Asrama Haji dengan nilai mencapai Rp1,1 milar.
Menurut dia, adanya kelebihan pembayaran tersebut disebabkan volume pekerjaan rehabilitasi yang lebih dari perencanaan.
Baca juga: Menag: Embarkasi haji dari Kertajati terkendala ketersediaan asrama
Dalam perincian rehabilitasi gedung, ada ditemukan pada pembangunan hotel dengan nilai Rp373 juta.
Selain itu, kata dia, Gedung Mina Rp235 juta, Gedung Sofha Rp242 juta, Gedung Arofah Rp290 juta, dan Gedung PIH Rp28 juta.
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020