Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan rantai distribusi daging sapi yang panjang perlu disederhanakan karena berpotensi mengakibatkan lonjakan harga daging sapi di Tanah Air.Luasnya wilayah Indonesia dan belum meratanya infrastruktur jalan membuat biaya transportasi menjadi sangat tinggi
"Panjangnya rantai distribusi daging sapi lokal memengaruhi harga daging sapi tersebut di pasaran. Hal ini terjadi karena munculnya biaya-biaya tambahan, seperti biaya transportasi. Luasnya wilayah Indonesia dan belum meratanya infrastruktur jalan membuat biaya transportasi menjadi sangat tinggi," kata Felippa dalam rilis di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, penetapan harga acuan penjualan daging sapi di tingkat konsumen sebesar Rp 80.000 per kilogram tidak mampu menahan tingginya harga yang terbentuk akibat panjangnya rantai distribusi tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian CIPS, daging sapi melewati tujuh hingga sembilan tahapan sebelum sampai di tangan konsumen. Proses distribusi dimulai dari peternak.
Selain itu, ujar dia, peternak menjual sapi mereka langsung kepada pedagang setempat yang berskala kecil atau melalui tempat penggemukan sapi (feedlot) yang memberi makan sapi secara intensif untuk meningkatkan bobot sapi dan nilai jualnya.
Tahapan selanjutnya adalah, pedagang berskala kecil kembali menjual sapi ke pedagang berskala besar dengan menggunakan jasa informan untuk mendapatkan harga pasar yang paling aktual. Kemudian, dari pedagang berskala besar ini, sapi dijual lagi ke pedagang regional, yang wilayah dagangnya meliputi beberapa kabupaten, provinsi dan sejumlah pulau kecil.
Setelah itu, sapi kembali dijual ke pedagang yang ada di penampungan ternak (holding ground). Tahapan ini berfungsi sebagai area transit ketika mereka menunggu pedagang grosir dari Rumah Potong Hewan (RPH) untuk memilih hewan ternak yang akan dibeli dan dipotong.
Daging sapi yang dihasilkan dapat dijual langsung ke pedagang grosir berskala besar di pasar atau melalui tengkulak yang membantu pedagang di RPH untuk mendapatkan pembeli. Tahapan selanjutnya adalah menjual daging sapi ke pedagang grosir berskala kecil.
"Merekalah yang menjual daging sapi ke pedagang eceran di pasar tradisional atau supermarket, sebelum akhirnya sampai di tangan konsumen," ucapnya.
Ia mengemukakan bahwa kalau pemerintah mau menangani semua proses distribusi daging sapi, maka pemerintah juga harus siap menanggung seluruh biaya terkait transportasi.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian memastikan stok pangan asal hewan, seperti daging ayam dan telur ayam ras serta daging sapi dalam kondisi aman untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pada Ramadhan hingga Lebaran yang jatuh pada Mei mendatang.
Untuk daging sapi/kerbau,rata-rata konsumsi adalah sebesar 2,66 kg/kapita/tahun. Kebutuhan daging sapi/kerbau sampai bulan Mei 2020 diperkirakan sebesar 302.300 ton. Ketersediaan daging sapi/kerbau sampai Mei 2020 berdasarkan produksi dalam negeri sebesar 165.478 ton.
Berdasarkan data tersebut, masih diperlukan tambahan sebanyak 136.822 ton yang akan dipenuhi melalui impor daging sapi/kerbau sebesar 103.043 ton dan sapi bakalan 252.810 ekor atau setara 56.659 ton daging. Hal tersebut berdasarkan kondisi realisasi impor sampai dengan tanggal 5 Maret 2020.
Baca juga: Pemerintah berupaya mempercepat swasembada daging, kata Mentan
Baca juga: Mentan: Intervensi perlu untuk capai swasembada daging sapi
Baca juga: Mendag sebut Bulog akan ditugaskan impor daging
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020