Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso memberikan pendampingan psikologi bagi para pasien yang sedang menjalani isolasi COVID-19.Pasien-pasien yang tidak mengalami pergerakan selama perawatan, maka bisa terjadi gangguan cemas atau depresi
Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi dari Instalasi Rehabilitasi Medik RSPI Sulianti Saroso, Andi Dala Intan Sapta Nanda, menyebut kini ada dua pasien dengan gangguan kecemasan yang memerlukan pendampingan psikologis.
"Ada gangguan cemas dan depresi terselubung, sehingga terjadi seperti semacam gangguan penyesuaian yang akan kami elaborasi lagi untuk kami lakukan pendampingan khusus secara psikologis," ujar Dala di Jakarta, Kamis.
Dala menyebut tim dari Instalasi Rehabilitasi Medik RSPI Sulianti Saroso berasal dari para dokter spesialis kedokteran fisik, rehabilitasi dan keterapian fisik, serta para psikolog.
Sementara itu, Psikolog Barita Ulina mengatakan pendampingan psikolog para pasien isolasi COVID-19 diperlukan untuk mempercepat masa penyembuhan serta meningkatkan imunitas tubuh.
"Ketika si pasien ini mengalami kondisi psikologis yang ringan, sedang, ataupun berat, itu pasti mempengaruhi juga fisiknya. Kalau kita mengalami kecemasan pasti imunnya juga bisa menurun, tidak berlaku hanya untuk pasien corona saja," ujar Barita.
Baca juga: Pemulangan dua pasien negatif COVID-19 RSPI tunggu hasil tes kedua
Baca juga: Dua pasien COVID-19 pulih, dokter RSPI Sulianti Saroso beri penjelasan
Baca juga: RSPI Sulianti Saroso nyatakan dua pasien positif COVID-19 pulih
Barita menyebut pasien-pasien yang tidak mengalami pergerakan selama perawatan, maka bisa terjadi gangguan cemas atau depresi, dan pihak rumah sakit tetap mengelaborasi kasus tersebut.
Kemudian, teknik yang dilakukan anggota tim tersebut dalam pendampingan psikologi diantaranya melalui interkom, lewat telepon dan monitor, atau kontak langsung dengan pasien.
Sementara ini, untuk mengantisipasi pasien yang tidak mengalami pergerakan selama perawatan, pihak rumah sakit memberikan video edukasi latihan atau olahraga ringan supaya pasien dapat melakukan gerakan tersebut dengan frekuensi intensif dan bertahap.
Pihaknya meminimalisir kontak dengan pasien, kecuali jika memerlukan kontak langsung kepada pasien.
"Jadi pasien tidak boleh tidak bergerak selama masa perawatan," ujar dia.
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020