Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida menilai pemahaman masyarakat terkait sektor jasa keuangan masih rendah meskipun berdasarkan hasil survei menunjukkan adanya peningkatan.Tahun 2016 OJK melakukan survei untuk mengetahui inklusi keuangan dan literasi keuangan di Indonesia
“Tahun 2016 OJK melakukan survei untuk mengetahui inklusi keuangan dan literasi keuangan di Indonesia. Ternyata hingga 2019 meningkat tapi kita masih belum puas karena kita tahu Indonesia sangat besar jadi ekonominya juga besar,” katanya di Padang, Jumat.
Survei OJK terhadap inklusi keuangan dari tahun ke tahun cukup meningkat yaitu pada 2013 sebesar 59,74 persen, 67,8 persen untuk 2016, dan 2019 sebesar 76,19 persen.
Sementara untuk hasil survei literasi keuangan jauh lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian inklusi keuangan yaitu pada 2013 hanya 21,84 persen, 2016 sebesar 29,7 persen, dan 38,03 persen saat 2019.
“Kira-kira kalau dilihat dari capaian itu kita bersyukur karena pada 2019 lalu target pemerintah untuk inklusi keuangan 75 persen sehingga kita sudah melewati target,” ujarnya.
Di sisi lain, Nurhaida menyatakan adanya ketimpangan antara hasil inklusi dan literasi keuangan menunjukkan bahwa tingkat pemahaman masyarakat Indonesia terhadap sektor jasa keuangan masih rendah.
Terlebih, Presiden Joko Widodo menargetkan tingkat inklusi keuangan masyarakat pada 2023 mendatang harus mencapai 90 persen.
Oleh sebab itu, ia memastikan pihaknya akan terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang sektor jasa keuangan sehingga target tersebut dapat dicapai.
Tak hanya itu, OJK juga melibatkan para mahasiswa untuk mendorong inklusi dan literasi keuangan secara nasional yang salah satunya melalui program One Student One Account (OSOA).
“Upaya kita untuk melakukan kerja sama dalam membangun ekonomi Indonesia dengan meningkatkan peran mahasiswa jadi program itu pada dasarnya adalah kita ingin meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia,” katanya.
Menurutnya, kalangan mahasiswa adalah agen perubahan sehingga diharapkan melalui edukasi inklusi dan literasi keuangan dapat meningkatkan pemahaman produk keuangan dan manfaatnya.
"Dengan mahasiswa mengerti produk sektor keuangan diharapkan mereka bisa meningkat menjadi memahami investasi lain sektor keuangan yang banyak sekali seperti produk pasar modal dan produk pembiayaan,” jelasnya.
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara mengatakan ketimpangan antara literasi dan inklusi keuangan berpotensi menimbulkan masalah lain.
“Hasil survei bahwa terjadi ketimpangan yang cukup besar antara inklusi dan literasi kita. Ini artinya risiko yang kita hadapi itu tinggi,” katanya.
Tirta menuturkan ketimpangan hasil survei menandakan masyarakat hanya membeli produk keuangan namun tidak memahami beberapa aspek penting lainnya seperti risiko, kewajiban, dan pembiayaan.
“Masyarakat membeli produk keuangan, investasi dan sebagainya tapi mereka tidak paham risikonya apa, kewajibannya apa, biaya-biayanya berapa. Ini masyarakat belum paham,” katanya.
Baca juga: OJK dorong mahasiswa tingkatkan inklusi dan literasi keuangan nasional
Baca juga: OJK sebut jumlah investor saham di Sumatera Barat terus meningkat
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020