Tak disangka, mahluk super mikro berukuran nanometer (nm) bernama virus Corona jenis baru atau COVID-19 telah memporak-porandakan ekonomi dunia awal tahun ini.Ini bukanlah stimulus pertama yang diberikan OJK untuk menangkal dampak Corona ke perekonomian. Awal Maret 2020, OJK juga telah memberikan relaksasi pengaturan mengenai penilaian kualitas aset kredit
Ekonomi dunia terhentak dengan perang dagang global yang belum berkesudahan, dan kini ditambah malapetaka berwujud virus Corona yang telah menjangkiti 121 negara dengan korban yang terpapar sebanyak 156.520 orang di dunia (data per Minggu 15/3).
Corona pertama kali muncul di kota industri Wuhan, Provinsi Hubei, China. Kota ini adalah sentra industri penting yang menjadi pemasok bahan baku dan barang modal industri bagi negara-negara mitra China, termasuk Indonesia.
Ketika Corona semakin meluas, Pemerintah China mengisolasi Wuhan, dan juga beberapa kota di Negeri Tirai Bambu yang akhirnya menghambat rantai pasok bahan baku dan barang modal dunia.
Selain sektor industri, Corona juga telah meluluh-lantakan pasar saham, ditambah dengan potensi kenaikan kredit macet, serta gagal bayar para debitur perbankan di dunia, termasuk di Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah menjelaskan bahwa dampak dari meluasnya virus Corona terhadap kegiatan ekonomi akan lebih kompleks dibandingkan krisis ekonomi global pada 2008, yang disebabkan kebangkrutan bank investasi AS Lehman Brothers.
Hal itu karena Corona langsung menginfeksi manusia yang menggerakkan sektor-sektor ekonomi riil. Berbeda dengan krisis ekonomi global di 2008 yang dalam jangka pendek hanya berdampak ke industri jasa keuangan.
Corona telah membuat pabrik memperlambat kegiatan produksi, menghambat transportasi masyarakat, dan menutup aktivitas sosial massa.
Dengan rantai gejala seperti itu, sejauh ini, pemerintah mengidentifikasi pariwisata dan manufaktur menjadi dua sektor industri yang paling terpukul dari wabah virus Corona.
Penutupan akses penerbangan ke dan dari beberapa negara terjangkit membuat industri pariwisata Indonesia menjadi lesu darah.
Di industri manufaktur, lumpuhnya ekonomi China membuat pasokan bahan baku tersendat. Sementara mencari pengganti China untuk mensubstitusi bahan baku tidaklah mudah, dan akan berbiaya mahal.
Dari sektor pariwisata, pelaku usaha yang paling rentan dengan dampak Corona adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM merupakan sektor usaha yang memilki kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan berada di garis terdepan perekonomian.
Di sektor pariwisata, mayoritas pelaku usaha adalah UMKM. Mereka terpukul dengan berkurangnya kunjungan turis, minimnya perhelatan acara besar, hingga sulitnya mendapat pasokan barang.
Oleh karena tekanan itu, kemampuan mereka dalam memenuhi liabilitas atau kewajiban, seperti misalnya pembayaran kredit akan menurun.
Stimulus
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) RI langsung mendeteksi hal tersebut. OJK yang merupakan lembaga pengawas dan pengatur jasa keuangan itu bergerak cepat, merespon dengan mengeluarkan relaksasi kepada perbankan untuk melonggarkan kewajiban bayar pada pelaku UMKM
Pada Jumat (15/3), OJK memberi keleluasaan bagi perbankan untuk segera merestrukturisasi kredit UMKM. Relaksasi itu dapat berupa penundaan membayar pokok utang dengan mendahulukan bayar bunga, atau sebaliknya.
Otoritas juga mempersilakan perbankan untuk memilah sektor UMKM yang menjadi prioritas untuk diberikan restrukturisasi kredit itu.
“Apakah pokok dan bunga (utang/kredit) silahkan, sektor silahkan saja, apabila berdampak sektor apapun bisa diberikan kemudahan itu,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.
Total kredit UMKM di Indonesia, ujar Wimboh, mencapai Rp1.100 triliun.
Ini bukanlah stimulus pertama yang diberikan OJK untuk menangkal dampak Corona ke perekonomian. Awal Maret 2020, OJK juga telah memberikan relaksasi pengaturan mengenai penilaian kualitas aset kredit.
Pelonggaran diberikan untuk debitur terdampak penyebaran virus corona dengan pinjaman plafon sampai dengan Rp10 miliar.
Dari tiga pilar, yakni prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan bayar debitur, regulator hanya menghitung ketepatan dalam membayar angsuran. Ini artinya, dua pilar yang lain diabaikan sementara waktu.
Kebijakan ini diharapkan dapat memberi waktu tambahan kepada pelaku usaha untuk menuntaskan kewajiban utangnya. Pelaku usaha yang memiliki pinjaman di bawah Rp10 miliar, mayoritas adalah pelaku usaha yang termasuk dalam sektor UMKM.
Jika kredit dengan plafon maksimal Rp10 miliar diberikan relaksasi kolektibilitas kredit, maka untuk kredit di atas Rp10 miliar, OJK memberi kemudahan restrukturisasi bagi pelaku usaha.
"Kalau di atas 10 miliar direstrukturisasi saja. Langsung lancar, sehingga nanti bisa dikasih lending (kredit) lagi sehingga mereka bisa bernafas lebih panjang," ujar Wimboh.
Tekanan terhadap dunia usaha ini juga sebelumnya dikonfirmasi oleh Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani.
Rosan sempat mengusulkan agar para pelaku usaha khususnya yang terdampak virus corona bisa dimudahkan dengan pembayaran bunga utang terlebih dahulu dibanding iuran pokok di tengah dampak mewabahnya virus corona (COVID-19).
Dia mengusulkan relaksasi pembayaran kredit itu dilakukan hingga sembilan bulan ke depan atau pada Desember 2020.
"Saya usulkan juga ke OJK supaya pembayaran-pembayaran ini terutama yang di perbankan ya dibayar bunganya saja dulu, mungkin pokoknya bisa diundur sampai Desember. Tapi hanya pada perusahaan yang terdampak dari corona virus ini, supaya tidak terjadi moral hazard juga," kata Rosan usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta Rabu (11/3/2020).
Beberapa sektor usaha yang direkomendasikan mendapatkan stimulus, di antaranya perhotelan, lalu jasa penyelenggara acara (event organizer), kemudian bisnis restoran dan maskapai penerbangan.
Baca juga: OJK pastikan restrukturisasi kredit bagi UMKM antisipasi COVID-19
Baca juga: BI tekankan bauran kebijakan nasional untuk jaga stabilitas ekonomi RI
Antisipasi perbankan
Kalangan perbankan juga sudah bersiap-siap menghadapi dampak COVID-19. Perbankan perlu mengantisipasi tersendatnya pembayaran pinjaman, terutama pada sektor-sektor yang sangat terdampak COVID-19.
Direktur Utama PT Bank Mandiri Persero Tbk Royke Tumilaar sudah menyampaikan komitennya bahwa akan terdapat kelonggaran bagi debitur untuk memenuhi kewajiban pembayarannya.
Misalnya, dengan menawarkan restrukturisasi kredit bagi debitur-debitur di industri pariwisata.
“Ya misalnya hotel di Bali kalau hotel sudah turun-turun okupansi ya masa kami harus nunggu dia [kredit] macet baru ini. Ya kacmi bantu lah,” ucap Royke.
Namun terdapat skenario buruk bilamana dampak virus Corona COVID-19 ini berkepanjangan. Tekanan virus Corona diperkirakan dapat menambah rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) naik ke 0,2-0,3 persen.
Di samping sektor pariwisata, kekhawatiran ini juga mencangkup sektor industri manufaktur yang turut terdampak karena persoalan bahan baku.
Perbankan bermodal raksasa lainnya seperti PT Bank CIMB Niaga Tbk meyakini pemburukkan kualitas aset dapat diantisipasi karena nasabah dari sektor industri mulai melakukan diversifikasi sumber bahan baku produksi yang semula bergantung pada China, kini ke negara lain.
"Nasabah melihat untuk memanfaatkan momentum untuk diversifikasi player, sehingga tidak hanya dari China," ungkap Direktur Utama CIMB Niaga Tigor M. Siahaan.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Sunarso juga meyakini dapat memitigasi penurunan kualitas aset. Dia menyambut baik Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, serta pemerintah melalui Kementerian Keuangan, yang telah merespon dengan memberikan insentif yang cukup baik dalam masing-masing bidangnya.
Menurut Sunarso, pelaku industri perbankan pun telah siap dengan segala bentuk upaya mitigasi yang mampu menangkal sekaligus menjaga pertumbuhan kreditnya dalam waktu bersamaan.
Dia juga tak menampik akan ada banyak upaya penjagaan kualitas kredit berupa restrukturisasi yang akan dilakukan, bahkan untuk kredit yang masih berada di kolektabilias 1.
"Kami berharap, permasalahan ini dapat selesai pada kuartal pertama dan permintaan kredit dapat lebih baik," ungkapnya.
Baca juga: Pemerintah pertimbangkan relaksasi kredit UKM sebagai stimulus
Baca juga: Menkeu harapkan adanya mekanisme global untuk mitigasi dampak COVID-19
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2020