• Beranda
  • Berita
  • Komisi II: Jangan terburu-buru putuskan penundaan pilkada

Komisi II: Jangan terburu-buru putuskan penundaan pilkada

17 Maret 2020 13:25 WIB
Komisi II: Jangan terburu-buru putuskan penundaan pilkada
Ilustrasi - Pilkada Serentak 2020. ANTARA/Kliwon
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyatakan jangan terburu-buru memutuskan apakah pilkada serentak, 23 September 2020, ditunda atau tetap dilaksanakan sesuai dengan jadwal  akibat dampak penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

"Untuk sementara ini, tahapan yang sudah ditetapkan berjalan saja. Namun, aktivitas yang melibatkan kumpulan banyak orang, disiapkan dengan skala yang terbatas dan dibagi terminnya," kata Doli di Jakarta, Selasa.

Untuk KPU dan Bawaslu, dia memandang perlu ada standard operational procedures (SOP) dalam menyikapi pandemi COVID-19 yang sedang terjadi saat ini.

Setelah itu, lanjut dia, perlu dilihat perkembangan hari per hari, minggu per minggu sambil menunggu maklumat pemerintah terkait dengan pandemi COVID-19.

Baca juga: Komisi II: KPU petakan daerah pilkada terdampak COVID-19

Baca juga: Pengamat: COVID-19 ancam tahapan pilkada serentak 2020

Baca juga: Wakil Ketua MPR harap wabah COVID-19 tak ganggu Pilkada 2020


"Kita semua berharap agar penanganan pandemi COVID-19 itu dapat terkendali dan semua aktivitas masyarakat, termasuk pilkada tidak terganggu," katanya.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arif Wibowo menyatakan tidak setuju kalau pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 ditunda seluruhnya di semua daerah.

Menurut dia, sebagai bagian dari keamanan, perlu dicek lebih lanjut terkait dengan COVID-19 mengenai keamanan masyarakat dan wilayah.

"Saya kira ditunda keseluruhan juga tidak, daerah-daerah mana saja yang bisa terhambat pilkadanya, tidak berlangsung secara sukses dan antisipasi kegiatan tahapan pilkada itu sendiri," katanya.

Menurut dia, kalau kebijakan penundaan pilkada akan diambil, harus dilihat kasus per kasus dan harus terukur dengan alasan-alasan yang bisa dipertanggungjawabkan.

Pemetaan indeks kerawanan pilkada, kata dia, juga harus dilakukan di setiap kabupaten/kota. Misalnya, kalau tetap dilaksanakan terjadi anarkisme dan konflik yang tidak bisa dihentikan, bisa diambil kebijakan pilkada susulan.

"Kalau pilkada dilaksanakan terjadi anarkisme, konflik yang tidak bisa dihentikan, dan seterusnya, barangkali bisa pilkada susulan. Akan tetapi, kalau yang normal-normal, ya, tidak perlu," ujarnya.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020