WHO sendiri menetapkan coronavirus disease 2019 (COVID-19) sebagai pandemi pada 11 Maret 2020, setelah melewati tahapan wabah dan epidemi seperti kejadian pada virus Flu Babi pada 2009.
Secara umum, menurut WHO, wabah adalah peningkatan jumlah kasus penyakit secara signifikan di suatu wilayah pada periode waktu tertentu. Sedangkan epidemi adalah penyebaran wabah mencapai wilayah geografis lebih luas.
Sementara, pandemi merupakan wabah penyakit yang terjadi pada geografis yang luas atau menyebar secara global.
Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus secara resmi menyurati Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan kewaspadaan Indonesia dalam menghadapi pandemi virus corona jenis baru COVID-19 dengan meningkatkan status sebagai darurat nasional.
Pada surat yang ditandatangani oleh Dirjen WHO dan ditujukan pada Presiden Jokowi tertanggal 10 Maret 2020, WHO merekomendasikan beberapa langkah mendesak yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam upayanya menahan laju dan mengendalikan penyebaran virus.
Salah satu dampak yang tidak terhindarkan dari pandemi COVID-19 adalah dunia pendidikan, termasuk di Tanah Air.
Atas kondisi tersebut, Presiden Jokowi dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3) mengingatkan bahwa peserta didik yang sekolahnya diliburkan tetap harus belajar dari rumah.
Kepala Negara menambahkan bahwa libur tersebut hendaknya tidak dimanfaatkan peserta didik bermaindi kerumunan orang banyak atau bermain di warung internet (warnet).
Presiden juga menekankan bahwa sosialisasi belajar dari rumah tetap harus dilakukan oleh sekolah.
Sementara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) juga mengimbau sekolah untuk meliburkan peserta didik dan membuat paket belajar di rumah.
Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Muhammad Bakrun mengatakan empat pemerintah provinsi menunda ujian nasional (UN) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali.
Di Provinsi Jabar, Kepala Dinas Pendidikan Dr Ir Dewi Sartika, M.Si melalui Surat Nomor: 433/3302-Set Disdik dengan sifat "sangat segera" tertanggal 15 Maret 2020 meminta semua satuan pendidikan agar menyampaikan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM) dilaksanakan di rumah masing-masing mulai tanggal 16-19 Maret.
Surat Kepala Disdik Jabar itu merujuk Keputusan Gubernur Jabar Nomor: 443/Kep.176-Dinkes/2020 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19 di Jawa Barat.
Baca juga: Ada apa dengan libur 14 hari?
Baca juga: Selama libur antisipasi COVID-19, sekolah di Sabang-Aceh berikan PR
Praktisi pendidikan yang juga Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Wikrama Kota Bogor, Jawa Barat Iin Mulyani, S.Si --yang sebanyak 494 peserta didiknya seharusnya melaksanakan UN pada Senin (16/3) dan kemudian harus ditunda-- melihat dua sisi dari kebijakan libur sekolah khusus.
Pertama, peserta didik yang sudah siap melaksanakan UN tak dapat dipungkiri ada perasaan yang disebutnya "kesiapannya jadi tertunda" karena jadwalnya mundur.
Sedangkan sisi kedua, dari peserta didik yang persiapannya belum maksimal, punya kesempatan mempersiapkan diri lagi sehingga akan lebih siap.
Namun, pada dasarnya, menurut Iin Mulyani, selalu ada hikmah yang bisa dipetik dari kondisi darurat global dan nasional saat ini bahwa kebijakan itu adalah semata-mata untuk melindungi semua peserta didik dari ancaman bahaya kesehatan.
Karena itu, baik bagi peserta didik yang seharusnya sudah memasuki UN atau yang belum, di SMK Wikrama selama dua pekan libur diberikan pelajaran melalui sistem dalam jaringan (daring) dengan materi tentang COVID-19 yang bahannya diambil dari protokol yang sudah disiapkan dari Kementerian Kesehatan.
SMK Wikrima dipilih oleh Badan Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sebagai peserta Program Association School Project Network (ASPnet), yaitu sekolah jejaring yang dijadikan proyek percontohan untuk pendidikan lingkungan yang berkelanjutan di bawah naungan UNESCO.
Baca juga: Masyarakat Inggris bereaksi karena pemerintah tak liburkan sekolah
Baca juga: Cegah COVID-19, Banjarmasin akhirnya liburkan sekolah
Aksi penyelamatan
Serangkaian dengan kebijakan libur sekolah yang kini juga diterapkan di perguruan tinggi, juga sudah disuarakan oleh berbagai kalangan.
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) adalah salah satu yang sangat lantang menyerukan agar sekolah diliburkan, tanpa kecuali.
Ketua Umum PGRI Prof Unifah Rosyidi meminta pemerintah meliburkan seluruh sekolah di Tanah Air untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19
Ia menyatakan permintaan itu sebagai "untuk menyelamatkan sekitar 52 juta siswa di Indonesia".
Dari sisi kesehatan anak, Ketua Umum PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Aman B Pulungan pun sepakat penerapan libur sementara KBM bagi peserta didik, terlebih sudah terjadi peningkatan kasus COVID-19 yang melanda anak-anak.
Ia memaparkan data dua anak balita usia tiga tahun dan dua tahun yang terinfeksi COVID-19, dan juga anak berusia 16 tahun dan 17 tahun yang merupakan usia pelajar juga terinfeksi virus tersebut.
Sementara Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti pun menyatakan dukungan penuh atas kebijakan libur sekolah dimaksud dengan pertimbangan utama membatasi penularan COVID-19 di lingkungan sekolah.
Kejadian dua balita yang positif COVID-19 dipandang baru awal dan penyebaran COVID-19 belum memasuki masa puncak.
Yang paling mendasar, ketika sudah ada anak yang terkena maka semua faktor harus dipertanyakan, mulai dari apakah Indonesia sudah memiliki ruang isolasi pasien anak, atau adakah rumah sakit rujukan khusus anak, dan sebagainya.
Di luar organisasi kependidikan, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi pun mendukung langkah meliburkan sekolah itu.
Ia menilai di saat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menutup tempat wisata dan meliburkan sekolah untuk mencegah penularan COVID-19, maka langkah itu adalah salah satu cara efektif mengendalikan sebarannya karena mengurangi dan kerumunan massa di tempat-tempat publik.
Baca juga: Cegah COVID-19, madrasah dan pesantren di Aceh ikut libur
Baca juga: Pemkab Parigi Moutong liburkan sekolah cegah COVID-19
Belajar di rumah
Wacana yang kemudian menjadikan kebijakan yang akhirnya diwujudkan dengan penghentian sementara KBM di lembaga pendidikan, mulai tingkat usia dini hingga perguruan tinggi, hampir oleh semua kalangan disepakati dengan narasi "bukan libur sekolah".
Mulai dari Presiden
hingga pakar pendidikan menyepakati istilah "belajar di rumah" untuk penundaan kegiatan KBM guna menghindari COVID-19 ini.
Bahkan, kesepakatan itu juga terjadi pada pemahaman bahwa semua peserta didik, dalam masa "belajar di rumah" atau "belajar melalui sistem dalam jaringan (daring), tidak disarankan melakukan kegiatan di luar, seperti berwisata atau bepergian ke luar daerah juga ke luar negeri karena tidak sesuai dengan esensi yang diharapkan.
Kegiatan KBM, bisa dilakukan dengan beragam cara yang ada, khususnya menggunakan teknologi informasi, apakah dalam bentuk pembelajaran jarak jauh daring -- bila infrastruktur sudah memadai -- atau yang paling sederhana dengan menggunakan sarana percakapan kelompok seperti Whatsapp dan pilihan-pilihan lainnya yang tidak memerlukan kerumunan atau keramaian.
Pada akhirnya dengan ikhtiar semacam itu, maka upaya menyelamatkan puluhan juta peserta didik dari bahaya pandemi COVID-19 itu, sebagai sebuah ikhtiar kebaikan, bisa diwujudkan, dari Sabang hingga Merauke.*
Baca juga: Unsyiah laksanakan pembelajaran daring cegah corona
Baca juga: Pelajar di Indramayu mulai belajar lewat daring
Pewarta: Andi Jauhary
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020