Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan pemerintah akan menyiapkan sekitar satu juta kit atau perangkat tes cepat untuk memeriksa hingga 700 ribu populasi yang berisiko tertular virus corona atau COVID-19.Orang-orang dengan risiko rendah tidak akan diperiksa dalam pemeriksaan massal tersebut.
"Data perhitungan yang kita miliki, 'population at risk' atau jumlah kelompok orang yang berisiko, pada kisaran angka 600 ribu sampai 700 ribu. Oleh karena itu pemerintah akan menyiapkan sekitar satu juta kit untuk pemeriksaan secara massal di masyarakat," kata Yurianto dalam konferensi pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB Jakarta, Jumat.
Pemeriksaan massal tersebut dilakukan melalui analisis risiko, yaitu hanya orang-orang yang memiliki risiko tinggi tertular virus bernama resmi SARS-CoV 2 tersebut. Orang-orang dengan risiko rendah tidak akan diperiksa dalam pemeriksaan massal tersebut.
Penilaian risiko untuk pemeriksaan massal tersebut dilakukan dengan melihat riwayat perjalanan seseorang yang positif selama 14 hari ke belakang. Bila pasien positif COVID-19 berada di rumah maka seluruh anggota keluarga harus diperiksa. Sedangkan bila pasien positif COVID-19 selama 14 hari terakhir pernah bekerja di kantor, maka seluruh pekerja yang berada di ruangan tersebut akan diperiksa.
Baca juga: Jubir pemerintah: Positif COVID-19 belum tentu perlu dirawat di RS
Baca juga: Achmad Yurianto: Jaga jarak sangat efektif kurangi penyebaran COVID-19
Metode uji COVID-19 yang dilakukan juga tidak menggunakan pengambilan sampel swab di ujung hidung dan tenggorokan, melainkan menggunakan sampel darah yang diambil lalu diperiksa menggunakan kit dan hasilnya didapatkan dalam waktu kurang dari dua menit.
Yurianto mengakui bahwa sensitivitas pemeriksaan dengan metode ini tidak seperti metode PCR yang akurat. Pemeriksaan menggunakan perangkat baru ini membutuhkan adanya imunoglobin atau zat yang muncul dihasilkan dari tubuh sebagai respon adanya virus di dalam tubuh.
"Sudah barang tentu pada kasus (pasien COVID-19) yang sudah sembuh pasti akan positif. Bisa saja yang sudah terinfeksi hasilnya negatif, karena respon imunoglobinnya belum terbentuk dan ini membutuhkan waktu satu sampai dengan enam hari," kata Yurianto yang juga Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan.
Dia menerangkan pemeriksaan massal ini adalah penapisan awal atau skrining bagi masyarakat yang berisiko tertular COVID-19. Apabila hasil skirining melalui tes massal menunjukkan positif, orang tersebut akan diperiksa kembali melalui metode pemeriksaan di laboratorium untuk mengonfirmasi hasil positif dari tes awal.
Yurianto menuturkan tujuan pelaksanakan tes massal tersebut adalah agar secara cepat bisa menemukan potensi kasus positif dan yang sudah positif di tengah masyarakat.
Baca juga: Pemerintah yakin COVID-19 sudah terkendali April 2020
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020