"UN pada tahun ini bertujuan untuk melakukan pemetaan dari sisi pendidikan, namun karena situasi darurat dan mempertimbangkan keselamatan dan keamanan peserta didik pada saat pandemi COVID-19, maka UN SMP dan SMA ditiadakan. Meskipun untuk siswa SMK sudah mengikuti UN yang diselenggarakan dua minggu lalu," ujar Nadiem dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.
Hasil UN, kata dia, digunakan pemerintah daerah untuk memperbaiki pendidikan yang ada di daerah itu. UN sejak 2015 tidak lagi digunakan sebagai penentu kelulusan dan seleksi masuk sekolah.
"Dengan berat hati, kami sampaikan pada tahun ini karena kasus darurat COVID-19, tidak bisa melakukan pemetaan secara komperehensif," kata dia.
Nadiem mengapresiasi siswa SMK yang sudah mengikuti UN dan menghargai usaha yang mereka lakukan.
Baca juga: Kemendikbud sebut hasil UN digunakan untuk pemetaan
Ia memahami jika banyak siswa SMK tidak senang karena harus mengikuti UN, sementara siswa SMP dan SMA tidak perlu mengikuti UN.
Baca juga: Pemerintah batalkan pelaksanaan UN 2020
"Tapi masalahnya, data COVID-19 diperbaharui setiap hari dan terjadi perubahan yang sangat cepat. Status daruratnya juga berubah, lompatan kasus terjadi dan saya mohon maaf hal seperti ini tidak terjadi sebelumnya," kata dia.
Baca juga: Mendikbud: Pembatalan UN tak berdampak pada penerimaan siswa baru
Untuk tolok ukur, lanjut Nadiem, pemerintah bisa menggunakan data dari Programme for International Student Assessment (PISA) yang baru diterima pada Desember 2019. Data yang didapat dari PISA, lanjut dia, lebih akurat karena sudah standar internasional. Itu pula sebabnya pada 2021 UN diganti formatnya dengan lebih mendekati standar nasional.
"Jadi kalau kita butuh tolok ukur yang akurat, kita bisa gunakan PISA," ujar Nadiem.
Tahun ini merupakan tahun terakhir pelaksanaan UN sebelum diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter pada 2021.
Pewarta: Indriani
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020