• Beranda
  • Berita
  • Ketika "badai" COVID-19 "menggulung" pariwisata Bali

Ketika "badai" COVID-19 "menggulung" pariwisata Bali

29 Maret 2020 09:45 WIB
Ketika "badai" COVID-19 "menggulung" pariwisata Bali
Suasana kawasan pariwisata Pantai Kuta yang tampak lengang di Badung, Bali, Kamis (26/3/2020). Kuta yang merupakan salah satu destinasi wisata utama di Pulau Dewata tersebut terpantau sepi sehari setelah perayaan Hari Raya Nyepi tahun Saka 1942 setelah Gubernur Bali Wayan Koster mengeluarkan imbauan kepada seluruh masyarakat agar tetap berada di rumah masing-masing pada Kamis (26/3) sebagai salah satu upaya untuk mencegah penyebaran COVID-19. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/hp.

Tidak tanggung-tanggung, Pemprov Bali bersama Pemkab/Pemkot se-Bali menutup puluhan objek pariwisata, bahkan objek yang tergolong ikon pariwisata di Pulau Seribu Pura itu pun ditutup sementara.

Rasanya, baru kemarin terjadi "badai" yang menerpa pariwisata Bali pada 2017 ketika Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali, mengalami letusan/erupsi yang "menggulung" pariwisata Pulau Dewata hingga luluh lantak.

Ibarat mimpi di siang bolong, pariwisata Bali yang menyumbang 40 persen pariwisata Indonesia itu agaknya belum lama pulih, namun "badai" sudah datang lagi, bahkan dengan "gelombang" yang lebih "menggulung" hingga sulit diprediksi entah kapan berakhir.

Badai kali ini bernama virus corona atau COVID-19 yang juga telah melanda sebagian besar negara di dunia.

Jumlah pasien positif COVID-19 di Bali memang masih jauh di bawah DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Kalimantan Timur, kendati Bali merupakan kawasan pariwisata dunia, apalagi mayoritas pasien COVID-19 di Bali adalah WNA.

Baca juga: Tanah Lot mulai ditutup hingga 30 Maret, cegah sebaran Corona di Bali

Logikanya, Bali sebagai kawasan pariwisata seharusnya memiliki jumlah pasien yang terpapar lebih banyak, namun ada beberapa langkah menarik yang dilakukan Pemprov Bali yang menyebabkan tidak banyak paparan COVID-19 di kawasan wisata dunia itu.

Di tengah kekurangan dalam kesiapsiagaan wilayah, Bali masih mampu menghambat laju COVID-19 di "pintu masuk" bandara dengan memulangkan ratusan orang yang datang ke Bali tapi berasal dari negara-negara yang terpapar COVID-19, meski pengunjung yang bersangkutan tergolong sehat saat tiba.

Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali mencatat ada 117 warga asing yang ditolak masuk ke Bali sejak 5 Februari sampai 17 Maret sesuai Permenkumham Nomor 7 Tahun 2020. "Penolakan ini dilakukan karena mereka memiliki riwayat perjalanan ke negara terpapar COVID-19, diantaranya Rusia, Amerika Serikat dan Ukraina," kata Kakanwil Kemenkumham Bali, Sutrisno, di Denpasar (19/3/2020).

Selain ketat di pintu masuk, Pemprov Bali melalui Satgas Penanggulangan COVID-19 Provinsi Bali juga melakukan kolaborasi dengan kalangan perhotelan untuk mengecek tamu yang masuk, dan juga meminta warga Bali yang bekerja di kapal pesiar atau menjadi TKI untuk memeriksakan diri pada, serta menyiapkan tempat karantina dan "rapid test".

Bahkan, Pemprov Bali juga menempuh satu langkah penuh risiko ketika Ketua Satgas Penanggulangan COVID-19 Provinsi Bali Dewa Made Indra mengumumkan ada dua pasien positif COVID-19 di Pulau Dewata merupakan warga asal Bali dalam "live streaming" pada 23 Maret 2020.

"Ini penting saya informasikan kepada masyarakat, artinya bahwa masyarakat Bali saat ini sudah ada yang terinfeksi positif dua orang. Dengan demikian, COVID-19 sudah ada di Bali, sudah ada di sekitar kita," kata Dewa Indra yang juga Sekda Bali itu.

Ia merinci, satu warga Bali yang positif COVID-19 diketahui terjangkit setelah pulang dari Italia, sedangkan satu warga Bali lainnya setelah melaksanakan tugas dinas luar daerah di DKI Jakarta. Bahkan, kini jumlah warga Bali yang terpapar sudah bertambah.

"Kita harus percaya COVID-19 sudah ada di sekitar kita. Mari kita percaya pada arahan pemerintah, mari kita ikuti untuk saling menjaga jarak satu sama lain agar tidak ada penyebaran di antara kita," ucapnya.

Baca juga: Kemarin, ekonom sarankan "lockdown" hingga stimulus ekstra pariwisata

Oleh karena itu, kembali Dewa Indra meminta masyarakat Bali agar tidak melaksanakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan orang banyak dengan penuh kesadaran, supaya tidak menimbulkan kumpulan, kerumunan orang yang saling berinteraksi dalam jarak dekat.


Ikon pariwisata
Tidak tanggung-tanggung, Pemprov Bali bersama Pemkab/Pemkot se-Bali menutup puluhan objek pariwisata, bahkan objek yang tergolong ikon pariwisata di Pulau Seribu Pura itu pun ditutup sementara.

Objek wisata yang pertama ditutup adalah Desa Wisata Penglipuran (Bangli), lalu berlanjut ke Pura Tanah Lot (Tabanan), Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK/Badung), Pulau Nusa Penida (Klungkung), Pura Ulundanu (Tabanan), Jatiluwih (Tabanan), Taman Nusa (Gianyar), Pantai Pendawa (Badung), Bali Zoo (Gianyar), Pantai Lovina (Buleleng), dan lainnya.

Sebagian memang ditutup sementara hingga 31 Maret 2020, namun hal itu juga sangat kondisional. "Penutupan (Tanah Lot) ini bersifat sementara sebagai antisipasi meminimalkan penyebaran COVID-19 di ruang publik," kata Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti dalam konferensi jarak jauh dengan Satgas COVID-19 setempat (23/3/2020).

Bupati Tabanan menyebut objek wisata di wilayahnya yang ditutup sementara, di antaranya Tanah Lot, Danau Pura Ulundanu Beratan, dan Jatiluwih. "Itu juga berlaku bagi objek wisata lainnya, termasuk rumah makan dan sejenisnya yang berpotensi menimbulkan keramaian," katanya.

Hal yang sama juga disampaikan Pengelola Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK) yang terletak di Ungasan, Kabupaten Badung, Bali, yang memutuskan untuk menutup operasional sementara hingga tanggal 31 Maret 2020.

"Awalnya, kami berencana melakukan penutupan secara bertahap seperti penghentian pementasan seni budaya terlebih dahulu. Namun, keputusan dari manajemen justru ditutup total sesuai instruksi yang kami terima dari pemerintah," ujar Marcomm Manager GWK Cultural Park, Oktaviano Pratomo (21/3/2020).

Baca juga: Pemerintah kaji stimulus tambahan bagi sektor pariwisata

Sepanjang penutupan kawasan selama 10 hari ke depan tersebut, pengelola kawasan juga akan merumahkan seluruh karyawannya kecuali petugas keamanan serta engineering yang masih tetap bersiaga di kawasan Taman Budaya GWK.

"Kami juga membatalkan pertunjukan Ogoh-Ogoh kolosal dengan sekitar 1.000 orang performer yang sebenarnya telah kami siapkan. Semoga tanggal 31 Maret kondisi sudah membaik dan kami bisa langsung buka tanggal 1 April mendatang," katanya.

Tidak hanya itu, Pemkab Buleleng bahkan menutup 30 dari 86 objek wisata atau daerah tujuan wisata (DTW) di wilayahnya, sesuai surat edaran (SE) Gubernur Bali maupun SE Bupati Buleleng yang mengimbau DTW yang ada untuk menutup kegiatannya terkait COVID-19.

"Dari 30 DTW tersebut, ada DTW yang sudah besar dan menjadi ikon di Kabupaten Buleleng, termasuk yang kunjungannya besar saat hari-hari biasa atau hari libur, seperti Pantai Lovina yang merupakan wilayah lepas pantai," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng, Made Sudama Diana (23/3/2020).

Langkah  itu juga diikuti sejumlah objek wisata yang dikelola swasta, seperti Bali Zoo. "Penutupan sementara hingga 31 Maret itu merupakan bentuk tanggung jawab dan komitmen Bali Zoo dalam menjaga kesehatan dan keselamatan pengunjung, karyawan dan juga satwa," ujar Public Relations Bali Zoo, Emma Chandra (21/3/2020).

Baca juga: Menaker minta utamakan dialog hindari PHK di sektor pariwisata

Tentu, langkah "berani" itu bukan tanpa alasan, karena dihadapkan pada pilihan yang paling sulit antara tutup atau mati (nyawa). Bisa jadi, pil pahit "merumahkan" karyawan sejak Erupsi Gunung Agung (2017) hingga COVID-19 (2019-2020) memberi hikmah bahwa Bali juga harus seriusi potensi selain pariwisata yakni pertanian (agro).

 

Pewarta: Edy M Yakub
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020