• Beranda
  • Berita
  • IPW: Polri perlu antisipasi situasi kamtibmas di tengah wabah COVID-19

IPW: Polri perlu antisipasi situasi kamtibmas di tengah wabah COVID-19

30 Maret 2020 16:02 WIB
IPW: Polri perlu antisipasi situasi kamtibmas di tengah wabah COVID-19
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane. ANTARA FOTO/Andika Wahyu/pras.
Indonesia Police Watch (IPW) menilai Polri perlu mengantisipasi situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), di tengah wabah virus COVID- 19 yang dikhawatirkan berkepanjangan.

"Makin panjangnya masa krisis Covid 19 tentu akan berdampak pada situasi sosial ekonomi masyarakat, terutama buruh harian dan kelompok masyarakat yang bekerja serabutan tanpa penghasilan tetap, yang banyak bercokol di kota kota besar," ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.

Menurut dia, berdasarkan pantauan IPW, dengan adanya instruksi untuk berdiam di rumah, yang paling menderita adalah para pekerja harian dan kelompok masyarakat yang bekerja serabutan.

Neta mencontohkan kalangan ojek sepeda motor yang sejak adanya instruksi diam di rumah, mereka menjadi kehilangan penumpang, serta pesanan makanan dari konsumen jauh berkurang. Padahal, kata dia, ojek merupakan pekerjaan alternatif setelah banyaknya industri melakukan PHK.

"Memang, situasi saat ini masih terkendali. Tapi jika wabah Covid19 terus berkepanjangan hingga puasa Ramadhan dan Lebaran, dikhawatirkan akan muncul masalah baru yang sangat serius," ucap dia.

Neta mengatakan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat akan meningkat dan tuntutan THR akan muncul, sementara industri sudah menerapkan kebijakan diam di rumah, yang berdampak pada menurunnya produktivitas dan pemasukan perusahaan. Menurut dia, hal ini akan menjadi masalah tersendiri.

"Bagaimanapun ini akan menjadi sebuah situasi yg sangat perlu diperhatikan pemerintah, terutama jajaran Polri agar tidak berdampak pada ancaman Kamtibmas," kata dia.

Lebih lanjut, Neta mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk tidak terkecoh dengan berbagai desakan lawan-lawan politiknya, seperti desakan segera melakukan karantina wilayah atau "lockdown".

Menurut dia, untuk melakukan skema karantina wilayah, perlu perhitungan yang matang, seperti memastikan stok pangan, jalur distribusi, serta kondisi masyarakat kelas bawah. Jika tidak hati-hati, Neta khawatir kebijakan karantina wilayah justru dapat menimbulkan masalah baru.

"Bahkan lebih parah dari situasi lockdown di India. Sebab Indonesia pernah punya pengalaman penjarahan massal di era 1998. Dalam situasi lockdown, jika tidak hati-hati dikhawatirkan bisa menimbulkan kesulitan bahan makanan dan kelaparan di lapisan bawah, terutama masyarakat pekerja harian dan pekerja serabutan," ujar Neta.

"Bisa-bisa yang muncul adalah aksi penjarahan, yang tidak hanya ke area pertokoan tapi juga ke rumah orang-orang yang dianggap kaya. Situasi ini yang perlu dicermati pemerintah, terutama Polri sebagai penjaga Kamtibmas agar situasi penjarahan 1998 tidak terulang," sambung dia.

Baca juga: Antisipasi COVID-19, desa di Banda Aceh karantina wilayah mandiri

Baca juga: Analis sarankan penerapan karantina pulau terkait COVID-19

Baca juga: Polres Cianjur sekat akses di perbatasan antisipasi Covid-19

Baca juga: KAI Daop Madiun perpanjang masa pembatalan pengoperasian KA

 

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020