• Beranda
  • Berita
  • Dari Italia hingga AS, pembatasan sosial terbukti efektif atasi corona

Dari Italia hingga AS, pembatasan sosial terbukti efektif atasi corona

1 April 2020 15:27 WIB
Dari Italia hingga AS, pembatasan sosial terbukti efektif atasi corona
Sebuah kendaraan militer Italia berpatroli selama "lockdown" di Milan pada 22 Maret 2020. ANTARA/REUTERS/Daniele Mascolo/pri.

Ini adalah kerja keras dan pengorbanan, dan itu akan terus berlanjut, tetapi mungkin ada beberapa bukti awal bahwa upaya itu membuahkan hasil,

Saat semakin banyak negara bagian Amerika Serikat dan negara-negara di dunia menerapkan berbagai imbauan tinggal di rumah dan pembatasan pergerakan selama wabah COVID-19, beberapa daerah yang paling parah terdampak virus melaporkan bahwa pembatasan sosial tersebut telah berfungsi.

Oleh karena gejala virus corona biasanya mulai muncul dalam waktu dua minggu setelah infeksi, maka infeksi hari ini adalah hasil interaksi dari awal Maret.

China dilaporkan perlahan-lahan mulai mencabut pembatasan sosialnya yang ketat setelah peraturan karantina mereka membantu negara itu pulih dari virus. Sekarang sudah sekitar dua minggu sejak Italia memerintahkan karantina nasional di tengah-tengah wabah, dan tingkat infeksi terus menurun sejak pertama kali negara itu mencatat kematian pada 21 Februari.

Menurut The Times of Israel, yang dikutip dari Good News Network, tingkat infeksi harian di Italia mencapai tinggi 57% pada awal Maret. Pekan lalu, ini mencapai rekor terendah 7,5%.

"Perlambatan dalam tingkat perkembangan [infeksi] sangat positif," menurut wakil direktur Organisasi Kesehatan Dunia Ranieri Guerra kepada radio Capitale Italia. “Saya pikir langkah-langkah yang diambil [oleh Italia] sungguh benar — mungkin dengan penundaan pada awalnya, tetapi itu bisa dipahami.”

Baca juga: Trump batal "lockdown" New York, korban tewas corona lampaui 2.000
Baca juga: Makin banyak wilayah di AS perintahkan isolasi karena COVID-19


Demikian pula di AS, enam kabupaten Bay Area menjadi yang pertama di negara ini yang menerapkan aturan tinggal di rumah pada pertengahan Maret sebelum kemudian diikuti oleh imbauan Gubernur Gavin Newsom untuk seluruh negara bagian tiga hari kemudian. Meskipun banyak rumah sakit di California telah berjuang untuk mengatasi kekurangan ventilator dan tempat tidur, beberapa peneliti melaporkan bahwa virus telah menyebar lebih lambat daripada yang mereka duga sebelumnya — dan kemungkinan karena pembatasan sosial itu.

Timothy Dyster, seorang dokter dari University of California San Francisco (UCSF), menerbitkan beberapa set data yang menggembirakan di Twitter, yang menyebutkan bagaimana kenaikan mingguan infeksi baru turun untuk pertama kalinya minggu ini — dan itu mungkin mengindikasikan penurunan infeksi yang berkelanjutan.

"Data ini harus dianggap sebagai 'dukungan' dalam maraton kita bersama," tulis Dyster. "Ini adalah kerja keras dan pengorbanan, dan itu akan terus berlanjut, tetapi mungkin ada beberapa bukti awal bahwa upaya itu membuahkan hasil," kata Dyster. "Jadi tolong, tetap tinggal di rumah dan terus cuci tanganmu!"

 

Jahan Fahimi, dokter lain dari UCSF, menambahkan: “Kami dengan cemas menunggu lonjakan pasien COVID19 di San Francisco. Jumlah kasus rumah sakit meningkat perlahan setiap hari. Tapi, saya baru tersadar hari ini ... bahwa kita berada dalam kurva yang rata."

"Sekalipun peningkatan masih terjadi, kami memiliki waktu. Setiap hari kami makin siap. Dengan menunda peningkatan, rumah sakit memiliki waktu untuk mendapatkan ventilator, membangun ruang isolasi, menyiapkan cadangan alat pelindung diri, memperluas pengujian, melatih tenaga kerja dan belajar dari mitra di zona merah."

 

Pejabat di Seattle mengatakan kepada The New York Times minggu ini bahwa penguncian mereka juga mencerminkan penurunan kasus baru saat tingkat infeksi orang-ke-orang dilaporkan turun dari 2,7 orang menjadi 1,4.

Dengan 29 negara bagian Amerika Serikat sekarang tetap bertahan di rumah, Kinsa Health — perusahaan yang telah memproduksi dan mendistribusikan termometer yang terhubung ke internet — meluncurkan peta daring negara itu yang menggambarkan tingkat demam, pilek, dan flu.

Dalam beberapa hari setelah pembuatan peta pada 22 Maret, para peneliti mencatat penurunan yang signifikan pada penyakit menular yang umum. Meskipun peta tidak menawarkan bukti bahwa pembatasan sosial membatasi kasus COVID-19, The Times melaporkan bahwa laporan data baru dari New York dan Washington telah mengonfirmasi tren yang digambarkan oleh peta itu.

Tidak hanya itu, prediksi influensa Kinsa Health dilaporkan telah dua atau tiga minggu lebih maju daripada yang diperoleh dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) — dan perusahaan tersebut sekarang sedang bekerja untuk membagikan teknologinya dengan lembaga kesehatan pemerintah untuk terus memantau tren penyakit bagi publik.

“Pada 30 Maret, kami telah melihat tingkat penyakit di [New York City] turun ke tingkat normal untuk tahun ini, dan kami melihat tren serupa di seluruh negara,” tulis perusahaan itu. “Ini tidak berarti bahwa kasus COVID-19 menurun. Faktanya, kami memperkirakan kasus yang dilaporkan terus melonjak dalam waktu dekat, tetapi data ini menunjukkan langkah-langkah ini mulai memperlambat penyebaran.

Sumber: Good News Network

Baca juga: Jack Grealish didenda karena bandel keluar rumah saat lockdown
Baca juga: The Habibie Center desak pemerintah pertimbangkan lockdown

Pewarta: Gusti Nur Cahya Aryani
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020