Salah satu faktor kunci adalah kemampuan Pemerintah Korsel mengadakan rapid test besar-besaran, sehingga memungkinkan pemerintah melacak dan merespons cepat terhadap penyebaran virus corona
Pemerintah Indonesia memperkuat kerja sama penanganan COVID-19 dengan Korea Selatan karena negara itu dinilai berhasil menekan penyebaran virus corona jenis baru.
“Salah satu faktor kunci adalah kemampuan Pemerintah Korsel mengadakan rapid test besar-besaran, sehingga memungkinkan pemerintah melacak dan merespons cepat terhadap penyebaran virus corona,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomi Airlangga Hartarto di Jakarta, Senin.
Menko Airlangga membicarakan penguatan kerja sama penanganan COVID-19 bersama Menteri Perdagangan Korsel Yoo Myung Hee melalui telekonferensi.
Dalam pertemuan daring itu, Menko menambahkan keberhasilan negara ginseng itu melakukan tes masif juga didukung produksi yang besar dari peralatan tes virus corona dibuat oleh dua perusahaan bioteknologi asal Korsel, Kogene Biotech dan Seegene.
Menko mengharapkan kedua perusahaan itu dapat memproduksi peralatan tes bersama dengan perusahaan di Indonesia termasuk alat pelindung diri (APD) juga akan diproduksi bersama, dengan skema bahan mentahnya dari Korsel dan akan dijahit di Tanah Air.
Dalam kesempatan itu, Airlangga mewakili pemerintah, mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Korsel yang memberi bantuan senilai 500 ribu dolar AS untuk mendukung upaya memerangi wabah COVID-19.
Bantuan kepada Indonesia, lanjut dia, terdiri dari alat tes COVID-19 dan alat penyemprot bertenaga baterai isi ulang.
Sebanyak 300 alat penyemprotan sudah siap dikirim ke Indonesia dan pengiriman alat tes COVID-19 masih disiapkan teknisnya.
Korea International Cooperation Agency (KOICA) ditunjuk pemerintah setempat mengirim bantuan itu ke Indonesia.
Sedangkan dari sektor swasta, LG Group akan menyumbang 50 ribu alat diagnose COVID-19 tipe RT-PCR dan Hyundai Motor juga menyumbang 40 ribu APD kepada Indonesia.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Korsel Yoo Myung Hee mengatakan negara itu menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara prioritas untuk ekspor alat kesehatan dan karantina, selain Amerika Serikat dan Uni Arab Emirat (UAE).
Di sisi lain, berkaitan dengan kondisi pandemi saat ini mendorong pemerintah setiap negara melakukan langkah pengamanan terhadap keuangan global melalui skema pertukaran mata uang (currency swap).
Terkait dengan hal itu, Menko Perekonomian Indonesia dan Mendag Korsel mengapresiasi penandatanganan kesepakakatan bilareral terkait pertukaran mata uang antara Bank Indonesia dan Bank of Korea, 5 Maret 2020.
Plafonnya senilai 10,7 triliun won atau Rp115 triliun, yang berlaku efektif mulai 6 Maret 2020 sampai 5 Maret 2023, dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan.
Selain itu, Indonesia juga mendorong skema keuangan lain yakni Local Currency Settlement with Appointed Cross Currency Dealer (LCS ACCD) sebagai penyelesaian transaksi perdagangan dua negara yang dilakukan dalam mata uang masing-masing dan penyelesaian transaksinya dilakukan dalam wilayah yurisdiksi masing-masing.
Skema ini mengharuskan penunjukkan bank untuk memfasilitasi pelaksanaan LCS melalui pembukaan rekening mata uang negara mitra di negaranya.
LCS ACCD dilakukan untuk mendorong penggunaan mata uang lokal secara lebih luas dalam penyelesaian perdagangan, sehingga mengurangi tekanan dolar AS terhadap mata uang lokal.
Baca juga: Korsel laporkan kurang dari 50 kasus baru corona
Baca juga: 50 ribu alat tes COVID-19 dari Korsel akan tiba hari ini
Baca juga: Korsel terima permintaan 121 negara untuk alat tes corona
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020