Wajarnya secara legal MPR dilibatkan dan melibatkan diri dalam perkara judicial review terkait pengujian UU apakah bertentangan dengan UUD NRI 1945 atau tidak. Ini merupakan tanggung jawab MPR selaku lembaga pembuat atau pembentuk UUD NRI 1945, salah satunya adalah memberikan tafsir terkait konstitusi, ujarnya, melalui siaran pers di Jakarta, Rabu.
HNW, sapaan akrab Hidayat mengungkapkan perlunya penegasan kedudukan MPR dalam sistem ketatanegaraan, terkait dengan judicial review.
Baca juga: Perlu konsensus sebelum amendemen UUD NRI Tahun 1945
Menurut dia, MPR sebagai lembaga pembentuk UUD NRI 1945 yang karenanya adalah lembaga negara yang sangat mengetahui hakekat dari ayat, pasal, bab dari UUD NRI 1945.
Namun, kata dia, anehnya selama ini tidak diberi atau tidak memiliki kuasa legal untuk menafsirkan UUD NRI 1945, sementara MK sebagai lembaga negara yang tak terlibat di dalam pembuatan, penetapan, dan perubahan UUD, serta MK yang merupakan produk MPR via amendemen UUD NRI 1945, justru diberi atau memiliki peran selaku pengawal dan penafsir konstitusi tersebut.
"MK yang baru ada sesudah MPR mengamandemen UUD, yang karenanya tidak pernah terlibat dalam amandemen UUD NRI 1945, baik sebagai anggota maupun panitia ad hoc (PAH), malah dilegalkan sebagai satu-satunya lembaga negara yang punya kewenangan konstitusional untuk mentafsirkan konsitusi," katanya.
Lebih lanjut, HNW menuturkan bahwa berdasarkan Pasal 27 huruf g Peraturan MPR RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib MPR RI, disebutkan bahwa salah satu tugas pimpinan MPR adalah memberikan penjelasan mengenai tafsir konstitusi dalam perkara pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar di Mahkamah Konstitusi.
Baca juga: MPR: Amendemen terbatas UUD tidak ubah sistem pemilihan presiden
Ketentuan tersebut, kata dia, sejatinya bukan hal yang baru, sebab aturan serupa juga disebutkan pada Pasal 29 f Peraturan MPR RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib MPR RI.
Namun, ia menyayangkan aturan itu belum berjalan secara efektif karena masalah koordinasi dengan pihak MK, serta aturan persidangan di MK yang belum mengakomodasi aturan tatib MPR tersebut.
Oleh karena itu, HNW mengusulkan agar ketentuan tersebut juga bisa masuk ke dalam revisi UU MK yang telah ditetapkan sebagai RUU Prioritas tahun 2020 dan telah menjadi usul inisiatif DPR, untuk segera dibahas bersama pemerintah, dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 2 April 2020 lalu.
"Apabila DPR dan Pemerintah selaku pembentuk UU didengarkan keterangannya dalam sidang uji materi di MK, sudah semestinya apabila opini atau penjelasan (pimpinan) MPR terkait penafsiran UUD NRI 1945 yang menjadi batu uji judicial review juga didengarkan atau dipertimbangkan oleh MK," katanya.
Baca juga: Analis: Jangan sampai pembahasan amendemen UUD melebar ke mana-mana
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020