"Saya sudah memerintahkan seluruh kepala lapas dan rutan, untuk warga binaan yang melanggar aturan dan kedisiplinan dalam pelaksanaan asimilasi dan integrasi, dicabut hak asimilasi dan integrasinya," kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Nugroho dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Selain dicabut hak asimilasi dan integrasinya, kata dia, warga binaan tersebut juga harus menjalani sisa pidananya kembali dalam lembaga ditambah pidana yang baru, dimasukkan ke dalam sel pengasingan, dan tidak diberikan hak remisi sampai waktu tertentu sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Baca juga: Pandemi COVID-19, sebanyak 35.676 narapidana dan anak telah dibebaskan
Nugroho mengatakan tindakan tegas tersebut harus diberikan sebagai konsekuensi atas aturan yang sudah mereka langgar.
Namun, Nugroho meminta kepada masyarakat untuk tidak cemas dengan telah dirumahkannya lebih dari 35 ribu narapidana akibat dampak wabah COVID-19.
“Sebanyak 35 ribu lebih narapidana yang menjalankan program asimilasi dan integrasi akibat dampak wabah COVID-19 tetap berada dalam pantauan Lembaga Pemasyarakatan, Balai Pemasyarakatan, dan aparat penegak hukum lain,” kata dia.
Ia mengatakan narapidana dan anak yang diberikan asimilasi dan integrasi telah melalui tahap penilaian perilaku. Mereka dinilai sudah berkelakuan baik, mengikuti program pembinaan dan tidak melakukan tindakan pelanggaran disiplin dalam lembaga.
Baca juga: Pakar ingatkan perlu mekanisme pengawasan napi yang dibebaskan
"Sebelum mereka kembali ke masyarakat, petugas kami memberikan edukasi, menyampaikan aturan-aturan kedisiplinan yang tidak boleh dilanggar selama menjalankan asimilasi dan integrasi serta sanksi yang akan mereka peroleh apabila melanggar, seperti membuat keresahan di masyarakat, apalagi mengulangi melakukan tindak pidana," ucap Nugroho.
Nugroho mengapresiasi konsistensi kepala lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan negara (rutan) serta Balai Pemasyarakatan (Bapas) yang tetap melakukan pemantauan kepada narapidana yang menjalani masa asimilasi dan integrasi dengan cara virtual untuk memastikan narapidana tetap berada di rumah dan menjalankan segala konsekuensi program tersebut.
Baca juga: Pengamat sebut lapas lebih higienis dari ancaman COVID-19
"Seperti Lapas Klas I Tangerang yang melakukan pengawasan lanjutan dengan membentuk grup WhatsApp, agar komunikasi dengan mereka yang asimilasi dan integrasi terus terjaga, juga Bapas yang melakukan pembimbingan dan pengawasan secara online melalui video call dan layanan sejenis," kata dia.
Menurut Nugroho, pemantauan ini penting untuk memastikan para narapidana tetap berkelakuan baik serta tetap berada di rumah selama menjalankan masa asimilasi dan integrasi, mengingat adanya kemungkinan narapidana kembali melakukan pelanggaran atau melakukan tindakan melawan hukum.
Dia berharap para kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan terus melakukan pemantauan narapidana dan tetap berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya seperti Polri, Kejaksaan, Pengadilan atau Badan Narkotika Nasional (BNN), agar program asimilasi dan integrasi tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat.
Baca juga: IPW dorong data napi dibebaskan dibagikan ke polisi
“Jika narapidana yang telah dirumahkan kembali berulah harus langsung ditindak. Oleh karena itu harus terus dipantau dan tetap berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lain agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat,” ujar dia.
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020