Presiden Asosiasi Pemerintah Kota dan Pemerintah Daerah se-Asia Pasifik (United Cities and Local Government Asia Pasific (UCLG Aspac) Tri Rismaharini menyatakan pandemi virus corona jenis baru (COVID-19) membutuhkan penanganan dalam skala lokal.Ini karena masing-masing daerah memiliki budaya yang berbeda, sehingga membutuhkan cara penyelesaian masing-masing
"Ini karena masing-masing daerah memiliki budaya yang berbeda, sehingga membutuhkan cara penyelesaian masing-masing," katanya di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu.
Pernyataan Tri Rismaharini yang juga Wali Kota Surabaya ini merujuk pada pendapat dari Prof Dr Rajib Shaw dari Keio University, Japan, dalam rapat melalui teleconference yang diselenggarakan oleh UCLG Aspac pada Kamis (9/4) lalu.
Ia menilai penanganan COVID-19 antara Surabaya dengan daerah lain, semisal Palembang dan Medan pasti juga tidak sama. Apalagi, Kota Surabaya memiliki banyak akses masuk, mulai dari pesawat, kapal, kemudian jalan darat.
"Terlebih, jarak antardaerah juga dekat. Itulah kenapa pandemi COVID-19 harus diselesaikan dengan cara lokal masing-masing," ujarnya.
Ia menceritakan di Guangzhou, China, bisa membangun rumah sakit sendiri, sekaligus mendatangkan petugas medis sendiri dari beberapa kota lainnya. Hal itu, karena adanya kebijakan sentralistik di China.
"Kalau kita tidak bisa dengan cara itu, karena masing-masing daerah juga mengalami (wabah COVID-19) sendiri," katanya.
Diakuinya bahwa dalam menangani wabah COVID-19 ini masih ada keterbatasan, terutama jumlah fasilitas, prasarana dan sumber daya manusia. Sementara, Kota Surabaya sering menjadi rujukan rumah sakit dari daerah.
Namun, ia memastikan bahwa Pemerintah Kota Surabaya semaksimal mungkin melakukan pencegahan COVID-19. "Kalau tidak, berat. Itu yang dilakukan di beberapa kota, di antaranya di salah kota di Jepang membuat 'border control' perbatasan," katanya.
Perempuan pertama yang menjadi Wali Kota Surabaya ini menegaskan yang paling penting untuk mengurangi penyebaran COVID-19 adalah dengan sikap disiplin melalui menjaga jarak, memakai masker, dan menjaga kebersihan dengan cara rajin cuci tangan.
"Kenapa Dinas Dinas Pemadam Kebakaran (PMK) terus lakukan penyemprotan disinfektan. Bahkan, semua sumber daya kita kerahkan, karena kalau sudah begitu tinggi (penderita), akan berat," katanya.
Bahkan, pihaknya juga memperbanyak pemasangan wastafel dan cairan pembersih tangan di pasar tradisional, membagi ribuan masker ke pedagang dan pengemudi ojek daring.
Tidak hanya itu, untuk menekan penyebaran virus, di sejumlah perbatasan pintu masuk ke Kota Surabaya, juga dilakukan penyemprotan disinfektan. Upaya ini dilakukan untuk menekan penyebaran COVID-19.
Ia juga mengakui, bahwa sebelumnya pihaknya telah mengeluarkan surat edaran yang berisi tentang serangkaian protokol-protokol pencegahan COVID-19 dan disampaikan mulai dari pengelola apartemen, hotel, mal, perkantoran sampai RT/RW.
"Kalau semua disiplin, saya yakin turun," demikian Tri Rismaharini.
Baca juga: Gubernur: Jumlah pasien positif COVID-19 di Surabaya 77 orang
Baca juga: Asosiasi Pemerintah Kota se-Asia Pasifik rumuskan strategi COVID-19
Baca juga: DPRD Surabaya gelar teleconference dengan wali kota terkait COVID-19
Baca juga: Pedagang pasar di Surabaya wajib pakai masker dan sarung tangan
Baca juga: Risma bicara pengembangan kota berbasis ekologi di Forum UCLG World
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020