"Namun, ada juga yang merasa paranoid, takut dan biasa saja. Ini harus diwaspadai karena dapat mengganggu psikologisnya, atau menganggap hal ini yang biasa juga akan membuat anak tidak peduli terhadap kondisi saat ini," ujar Sekretaris Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak KPPPA, Eko Novi Ariyanti dalam konferensi pers BNPB di Jakarta, Sabtu.
Ia mengemukakan survei AADC-19 itu bertujuan untuk mengetahui persepsi dan pengetahuan anak tentang COVID-19, program belajar di rumah serta perasaan dan harapan anak dalam situasi saat ini.
Baca juga: Gugus Tugas Pusat salurkan 3.000 APD ke Malut
Pengumpulan data dilakukan melalui pesan berantai WhatsApp oleh jaringan pengurus forum anak seluruh Indonesia yang dilakukan selama empat hari, yakni 26-29 Maret 2020.
Dalam survei itu, ia menyebutkan, respondennya adalah anak-anak usia di bawah 18 tahun atau usia 8-17 tahun, dengan persentase terbanyak usia 14 tahun.
"Sebanyak 69 persen respondennya adalah anak perempuan, serta 31 persen adalah anak laki-laki," ucapnya.
Dalam survei itu, Eko Novi Ariyanti juga mengemukakan bahwa 98 persen anak merasa bahwa COVID-19 berpengaruh terhadap kebiasaan dan pola hidup yang bersih dan sehat.
Kemudian, lanjut dia, 74 persen anak melihat bahwa kondisi lingkungan di sekitar mereka masih banyak yang ke luar rumah.
Baca juga: Bandara Raden Inten II persingkat jam operasional cegah COVID-19
"10 persen anak mengetahui ada ODP, PDP, dan positif COVID-19 di lingkungan mereka," katanya.
Lalu, sebanyak 18 persen anak mengaku bahwa ada keluarganya yang bertugas sebagai tenaga medis COVID-19. "Hal ini membuat mereka cemas sekaligus bangga," katanya.
Dalam kesempatan itu, Eko Novi Ariyanti juga menyampaikan harapan anak terhadap situasi wabah COVID-19, mereka berharap kondisi saat ini dapat tertangani dan cepat usai sehingga dapat kembali seperti sedia kala sebelum Ramadhan tiba.
Baca juga: Fitur tanya-jawab, favorit siswa selama belajar "online"
"Situasi saat ini juga diharapkan menjadi momen perekat keluarga. Mereka berharap juga semua orang bisa menaati peraturan di rumah saja," ucapnya.
Sementara itu dalam persepsi anak tentang belajar di rumah saja, Eko Novi Ariyanti menyampaikan anak-anak mengharapkan mendapatkan akses internet gratis karena mereka juga banyak belajar di rumah.
"Sebagian besar anak menganggap gerakan di rumah saja merupakan hal yang penting," paparnya.
Kemudian, 58 persen anak mempunyai perasaan yang tidak menyenangkan selama belajar di rumah saja. "Hal itu karena mereka sulit berinteraksi dengan teman-temannya," ucapnya.
Yang terakhir, Eko Novi menyampaikan anak berharap agar program belajar di rumah tidak banyak mendapatkan tugas belajar di rumah.
Selain itu, penyediaan fasilitas internet serta perangkatnya yang mumpuni dan juga ada video interaktif. "Kemudian diharapkan juga ada komunikasi dua arah dan pelaksanaan pembelajaran yang efektif," kata Eko Novi Ariyanti.
Baca juga: Negara wajib selamatkan pekerja migran dari COVID-19, sebut Padma
Baca juga: Kabupaten Bekasi perpanjang lagi masa siswa belajar di rumah
Baca juga: Tanoto Foundation luncurkan panduan pendampingan anak di rumahBaca juga: Tanoto Foundation luncurkan panduan pendampingan anak di rumah
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020