"Kami mengapresiasi ketegasan Pemerintah untuk siap memperbesar kapasitas anggaran negara untuk mengantisipasi dampak krisis ekonomi dari COVID-19 sampai sebanyak yang diperlukan," ujar Ketua Dewan Penasihat Kadin Sharif Cicip Sutardjo melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Pemerintah, lanjutnya, tetap mengambil kebijakan anggaran untuk mengantisipasi COVID-19 walaupun rasio defisit anggaran terhadap PDB harus melebihi batas acuan 3 persen seperti yang diwajibkan UU.
Baca juga: Indef dukung tambahan stimulus COVID hingga Rp1.600 triliun
Apalagi, menurut dia, pemerintah tetap prudent menyatakan bahwa kondisi tersebut hanya sementara di mana dalam waktu tiga tahun sudah harus kembali ke level 3 persen
"Anggaran Rp405 triliun dalam bentuk dana tanggap darurat yang sudah diumumkan Pemerintah adalah awalan yang baik," ujar Cicip.
Pada kesempatan itu mantan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut menyarankan agar Pemerintah mengkomunikasikan hal itu dengan jelas kepada setiap stakeholders bahwa Rp405 triliun adalah langkah awal yang baik dan prudent, dan cukup untuk tahap pertama.
Dengan demikian, tambahnya, pesan yang disampaikan ke masyarakat dan ke pasar internasional jelas dan tegas, yaitu bahwa Indonesia memiliki kapasitas finansial yang lebih dari cukup untuk keluar dari wabah COVID-19 dengan dampak serta solusi perekonomian yang terukur dan terkendali dengan baik.
Baca juga: Kadin: Pendapatan sektor transportasi terpuruk hingga 50 persen
"Karena kepercayaan dunia khususnya pasar terhadap penanganan pemerintah atas situasi sekarang ini sangat penting untuk menjaga stabilitas makro," katanya.
Kadin juga menilai positif pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang telah mengumumkan langkah-langkah taktis di tataran mikro seperti kebijakan relaksasi kredit khususnya bagi penerima KUR sampai enam bulan, peningkatan bantuan pemerintah non tunai, dan kartu pra kerja.
Namun demikian Cicip mengingatkan bahwa perbankan harus dilindungi jangan sampai menjadi pihak yang harus menanggung beban paling berat.
"Apalagi 65 persen dana investor di pasar modal kita adalah dana asing, dimana saham sektor perbankan memiliki bobot di atas 45 persen," tambahnya.
Bila sekarang pemerintah akan menerapkan kebijakan relaksasi pembayaran kredit dan KUR untuk dunia usaha khususnya UMKM, lanjutnya, maka perlu dipastikan anggaran yang lebih dari cukup untuk menutup kebutuhan likuiditas di perbankan dan juga kebutuhan modal kerja perbankan.
"Jangan sampai kemudian perbankan terpaksa melakukan PHK massal juga sebagai akibat dari kebijakan relaksasi pembayaran kredit selama 6-12 bulan ini," katanya.
Pewarta: Subagyo
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020