"Bagaimana mengurangi tekanan publik? Maka, ada baiknya kluster ketenagakerjaan ini dipisahkan (dari RUU Ciptaker) sehingga untuk mempermudah investasi dan perizinan saja," kata Rieke dalam Rapat Kerja Baleg DPR bersama pemerintah secara fisik dan virtual di Jakarta, Selasa.
Rieke menilai kluster ketenagakerjaan harus dibicarakan secara komprehensif karena ketenagakerjaan adalah hilir dari sistem perekonomian, perindustrian, dan perdagangan.
Menurut dia, sektor hulu diatur lalu hilir yaitu ketenagakerjaan dibahas secara komprehensif karena terutama dampak pandemi COVID-19 sangat dirasakan para pekerja.
Baca juga: Demokrat dan PKS minta pembahasan RUU Ciptaker ditunda
"Untuk atasi dampak pandemi COVID-19, banyak pabrik tutup. Kami sangat mendukung pemerintah melakukan perbaikan regulasi. Namun, tidak ada salahnya melakukan instropeksi terhadap draf RUU Ciptaker ini," ujarnya.
Selain itu, dia mengatakan bahwa draf RUU Ciptaker dibuat sebelum pandemi COVID-19 sehingga dalam proses menyerap aspiarsi publik, lebih baik pemerintah menarik atau memperbaiki draf yang sudah ada.
Rieke mencontohkan pada bagian penjelasan terkait dengan fasilitas pendukung bagi pekerja yang sudah ada dalam Pasal 3 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Ekslusif (KEK) dihapus dalam RUU Ciptaker.
Rieke juga menyoroti hilangnya Pasal 39 UU No. 18/2012 tentang Pangan yang ada dalam RUU Ciptaker, padahal kalau untuk mengantisipasi dampak COVID-19 seharusnya isi pasal tersebut tidak dihilangkan.
Dalam Pasal 39 UU Pangan disebutkan bahwa Pemerintah menetapkan kebijakan dan peraturan impor pangan yang tidak berdampak negatif terhadap keberlanjutan usaha tani, peningkatan produksi, kesejahteraan petani, nelayan, pembudi daya ikan, dan pelaku usaha pangan mikro dan kecil.
Baca juga: Baleg gelar raker minta penjelasan pemerintah terkait RUU Ciptaker
Baca juga: Baleg: Tidak menutup kemungkinan RUU Ciptaker hapus ketenagakerjaan
"Lalu, Pasal 39 UU Pangan seharusnya tidak dihilangkan namun justru dalam draf RUU Ciptaker dihilangkan. Dalam RUU Ciptaker hanya memuat pemerintah pusat menetapkan peraturan impor pangan dalam rangka keberlanjutan usaha tani," katanya.
Menurut dia, lebih baik dalam penyusunan RUU Ciptaker tidak perlu terburu-buru dan fraksi-fraksi membuat daftar inventarisasi masalah (DIM) setelah mendengarkan masukan publik.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020